Pedagang Lapak Suku Buton Di Terminal Pharaa Sentani Keluhkan Tempat Jualan Baru

Deretan Lapak Terminal Pasar Pharaa yang dibongkar.

Sentani Jayapura, KD. Sejumlah pedagang yang menempati puluhan deretan lapak atau tempat berjualan berupa bangunan berbahan kayu ( kios – kios ) yang berada di areal Terminal Pasar Pharaa Sentani mengeluh akibat penertiban yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Jayapura. Senin, 26 Februari 2018 ketika media kabardaerah.com datang meliput langsung aktifitas pembongkaran yang dilakukan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi yang dibackup Satpol PP serta Polres kabupaten Jayapura dan TNI itu, terlihat memang sejumlah pedagang lapak tersebut yang mengeluh karena sudah tidak ada lagi tempat untuk mereka berjualan.

Ditemui salah seorang pedagang yang sekaligus kordinator untuk pedagang lapak terminal, lelaki bernama Baharudin menjelaskan kalau saat ini mereka sangat bingung dan mengeluh soal tempat usahanya yang baru setelah lapak mereka terkena dampak penertiban.

” Kami beberapa pedagang yang berada di lapak terminal ini sekarang bingung sekali karena sudah tidak ada tempat lagi untuk berjualan. Kami sangat menghargai penertiban yang dilakukan pemerintah daerah kita, tetapi paling tidak pemerintah juga tolong mempersiapkan dahulu, yaitu wadah berjualan yang baru bagi beberapa pedagang yang masih belum memiliki lapak pada beberapa bangunan permanen yang berada di pasar bagian atas. Yang sudah pegang kunci untuk lapak di atas tidak masalah. Tapi yang belum ini bagaimana?. Kami sendiri dari paguyuban pedagang Buton ada tersisa 28 orang yang belum memiliki lapak di gedung yang sudah dibangun pemerintah itu. “ Seru Baharudin yang juga lebih dikenal dengan nama Obet.

Baharudin alias Obet

Obet dalam keterangannya lagi menambahkan, adanya kepemilikan lapak pada bangunan permanen lantai dua yang diduga tidak ada keadilan dalam pembagian yang dilakukan oleh pengurus paguyubannya, dirinya bersama sejumlah pedagang terminal yang ada sangat mempertanyakan pedagang bernama Lahori yang notabene merupakan ketua Kerukunan Keluarga Buton ( KKB ) atau Kerukunan Keluarga Sulawesi Tenggara ( KKST ) itu sendiri. Dicurigai, lanjut Baharudin, Lahori tengah memiliki kios lebih dari 2 buah. Sejumlah pedagang asli Buton yang diwawancarai awak media KD bahkan menyoroti mantan kordinator pedagang Buton pasar Pharaa beberapa tahun lalu, Lahori ini.

Menurut Baharudin didikung rekan-rekan pedagang sesukunya, Lahori disebutkan seakan-akan yang mengatur dan menguasai sejumlah kios yang ada di bangunan dua lantai itu dengan cara yang kurang adil, atau atas kemauannya sendiri sehingga masih terdapat beberapa pedagang Buton yang belum memiliki kios hingga sekarang.

Sejumlah Pedagang Buton berpose bersama

 Kami melihat kurang ada keadilan dalam pembagian kios pada bangunan pasar permanen di atas. Yang mengatur kan paguyuban, dan ketuanya sendiri yang kami dengar itu pak Lahori. Pembagiannya ini diberikan oleh pemerintah daerah ke paguyuban yang ada. Baik itu paguyuban suku Jawa, Makasar dan kami sendiri dari suku Buton. Dalam pembagian inilah kami melihat kurang ada keadilan di sini. Ada satu pedagang yang bisa sampai punya lapak atau kios lebih dari satu. Kenapa bisa begitu?, inikan aneh. Kami bahkan menduga pak Lahori ini punya kios lebih dari dua. Kuncinya juga dia yang pegang. Hal inilah yang membuat beberapa pedagang kami tidak punya tempat berjualan di atas. Kami sangat berharap agar hal ini bisa bisa segera diperhatikan pemerintah daerah melalui disperindagkopnya, supaya pedagang yang sekarang tidak memiliki tempat bisa kembali berjualan lagi seperti biasa. “ Pinta Obet mengharapkan.

Diwawancarai pedagang Buton lainnya bernama Makmur, pedagang ini pun menyampaikan isi hatinya dengan meminta agar pemda dapat membentuk tim dan bekerja sama dengan Pengelola Pasar yang ada guna mendata ulang kembali para pedagang yang belum kebagian tempat jualan. Makmur sangat mengharapkan tentunya, supaya secepatnya bupati melalui dinas teknis yang ada dapat mengadakan tempat yang baru agar pedagang bisa kembali berdagang, mengingat nasib kelanjutan dari pedagang serta keluarga-keluarga mereka sendiri.

Makmur

” Saya sangat mengharapkan agar pemerintah tidak tinggal diam terhadap nasib kami. Apalagi yang belum memiliki tempat di pasar. Kami mohon supaya bapak bupati melalui disperindag dan pengelola pasar yang ada, secepatnya membentuk tim untuk mendata kembali kami para pedagang yang belum memiliki tempat jualan di bangunan-bangunan yang ada di atas. Kalau bisa pemda cepat mengadakan tempat untuk kami dapat berjualan kembali. “ Pesan Makmur.

Senada dengan apa yang dikeluhkan Baharudin dan Makmur bersama beberapa pedagang Buton ( pria ) lainnya, seruan yang sama juga diberikan dua pedagang suku Buton yang adalah wanita. Salah satu dari kedua ibu berjilbab itu bernama Suriati mengatakan, dirinya sangat bingung sekali setelah lapaknya dibongkar. Alasannya, dengan berjualanlah kehidupan mereka dapat terus berlangsung, dan dapat membiayai makan minum keluarga, membayar sewa atau kontrakan rumah, serta membiayai anak-anak mereka yang bersekolah. Begitupun dalam membayar atau menyetor utang-utang mereka yang masih ada.

Suriati memakai Tas Merah

” Kasihan,… kami ini sekarang mau ke mana?. Lapak kami sudah dibongkar. Kami juga tidak ada tempat di atas. Tolonglah, kalau bisa pemerintah cepat kasih kami tempat kaaaah, biar kami bisa lanjutkan usaha kami. Kami masih ada tanggungan yang harus dibiayai, anak-anak kami masih sekolah, kami juga butuh makan dan minum, kami masih ada yang kontrak atau sewa rumah, dan kami ini masih ada utang yang belum kami lunasi. Kami ada kredit di bank yang harus selalu disetor. Coba kami yang belum ada tempat begini pemerintah sediakan dulu supaya lapak kami dibongkar pun kami tidak kwatir. Jadi untuk pemerintah daerah atau bapak bupati, kami mohon ada bantuan dari beliau sebagai kepala daerah supaya bisa menjawab keluhan kami. “ Ungkap Suriati didampingi seorang ibu pedagang asal Buton dengan wajah mengharukan.

Sejumlah Pedagang Buton berpose bersama

Setelah mendapat keterangan dari sejumlah pedagang Buton tepat di bawah pohon Mangga di belakang Pos masuk pasar, wartawan media ini akhirnya mendatangi Lahori di hari yang sama. Di bangunan E lantai dua ketika bertatap muka langsung dengan pria yang dipercayakan ketua KKST untuk menangani para pedagang Buton di pasar Pharaa yang dijuluki juga pasar baru ini, Lahori cukup banyak memberikan penjelasan tentang jati dirinya sebagai mantan kordinator pedagang suku Buton sekaligus mantan korban kebakaran tahun 2011 lalu.

” Tahun 2011, ada berjumlah 569 orang pedagang yang mengalami kebakaran. Keseluruhan pedagang itu dipindahkan akhirnya ke terminal untuk sementara waktu, atas kebijakan mantan bupati Jayapura sebelumnya, bapak Habel Melkias Suwae ( atau HMS, red ) saat itu. Kan tidak mungkin kita tetap tinggal bertahan di pasar yang kondisinya sudah puing-puing. Setelah dibangun pasar di bawah atas inisiatif dari swadaya pedagang sendiri, pedagang tersebut terbagi menjadi 85 orang yang tinggal bertahan di pasar terminal.
Di terminal di bawah juga, kita diperhadapkan dengan tanah pribadi yang ada di sebelahnya. Sewaktu dilakukan pertemuan dengan Dinas Perhubungan, atas usulan saya dibangunlah Pagar Pembatas antara terminal dengan lahan pribadi masyarakatnya. Nah, setelah beberapa kali dilakukan pertemuan dengan Disperindag dan di Aula Bupati dua kali, saya juga yang mengusulkan agar soal pembagian tempat jualan bagi pedagang itu diberikan ke Paguyuban, supaya membantu pemerintah dalam pembagian itu sendiri mengingat kita pedagang ini ada terdiri dari beberapa suku. Jadi jangan pikir saya ini tidak punya jasa untuk pedagang pasar di sini, secara khusus masyarakat pedagang yang satu suku dengan saya.

Karena ini paguyuban, maka kita harus merangkul semua pedagang. Yang kita ambil ini perwakilan saja dari setiap titik yang ada, karena lapak yang dibangun juga tidak mencukupi waktu itu. Jadi saya jujur mau kasih tahu bahwa mereka di bawah itu saja yang sama sekali tidak paham. Masyarakat Buton saya di bawah ini yang memang tidak paham. Sikap mereka itu juga membuat bingung kepala pasar sendiri. Lalu saya tambahkan lagi khusus buat pak Baharudin atau Obet, dia itu bukan korban kebakaran 2011. Dia itu sebenarnya baru juga di pasar. Dan Obet ini juga sudah punya lapak di gedung permanen ini. Dia sudah punya kunci juga, jadi jangan Obet ini tidak jujur sama pedagang Buton kita yang lain di bawah. Nomor kiosnya itu 17 C. Tadi malam juga dia sudah mengangkut barangnya masuk ke lapaknya di sini. Jadi jangan dia tertutuplah sama sesama pedagang yang lain. Pura-pura berkoar seakan tak punya tempat jualan, padahal dia sudah punya kunci. “ Terang Lahori.

Lahori

Data saya yang pegang, lagi tambah pria yang sudah 36 tahun hidup di Papua ini. Ada 36 orang pedagang Buton di bawah yang sudah mendapat kunci. Itu jatah dari paguyuban KKST sendiri. Jadi kalau disebutkan ada tersisa 28 orang itu salah. Data ada di saya kok. Untuk suku Buton, di lapak terminal itu ada sekitar 60-an lebih, dan yang sudah mendapat kunci ada 36 pedagang. Cuma yang kami juga dengar, pedagang-pedagang itu ada ikut mengajak pedagang lain yang notabene keluargnya untuk turut berjualan di bawah. Ini datanya ada saya catat. Di data saya ada 17 orang yang belum mendapat kebagian, tetapi di data mereka katanya ada 28 orang.

Menurut saya, mereka di bawah ini kurang paham karena kurang berkomunikasi. Ya saya sangat mengharapkan agar mereka yang 17 orang itu datang melapor ke saya, supaya daftar nama mereka itu saya serahkan ke pimpinan pasar sehingga bisa disampaikan ke dinas untuk dicarikan solusi. Terus terang saya ini sudah capek urus mereka di bawah.

Saya tambahkan saja untuk diketahui, sebelum lapak mereka di terminal itu dibongkar, sejak tanggal 12 atau tanggal 13 februari lalu ada edaran pertama yang sudah diberikan Pemda kabupaten Jayapura melalui Disperindag ke Pasar Pharaa. Dalam surat edaran itu disampaikan kepada para pedagang di terminal yang sudah punya kunci harus naik ke atas sampai batas waktunya tanggal 15 sore hari. Kemudian, dalam edaran kedua yang dikeluarkan lagi, pedagang diberikan batas waktu hingga sore hari tanggal 20 februari untuk harus menempati kios-kios yang sudah tersedia. Jika tidak diindahkan, maka akan dieksekusi. Tapi kan tanggal 26 baru dieksekusi, walaupun tanggal 25 februari juga sebagai batas akhir peringatan dari bupati sesuai isi surat edaran tersebut.

Pasar Pharaa Sentani

Lalu saya mau klarifikasi tentang apa yang disangkakan saudara-saudara saya di bawah. Saya ini tidak ada kepentingan di sini. Justeru saya yang punya jasa buat mereka boleh. Jangan mereka berpikir soal pembongkaran lapak terminal itu saya ada intervensi di dalam. Itu bohong dan tidak benar sama sekali. Terus saya di sini hanya punya dua ( 2 ) kios saja. Anggapan mereka kalau saya ada dapat lapak atau kios lebih itu sama sekali tidak benar. Dulu waktu pasar belum terbakar, saya punya empat ( 4 ) kios. Jadi kalau saya dapat dua kios di siini apa itu salah?. Dua kios saya itu ada di bawah ( sambil menunjuk ke lantai 1, red ).

Dan saya punya jasa juga tidak sedikit di pasar ini. Terus kalau dicurigai saya memiliki kios atau tempat jualan lebih dari 2, itu tidak benar. Kios yang ada ini bukan punya saya. Mereka di terminal itu mungkin jarang mengikuti rapat-rapat yang dilakukan sehingga tidak memahami. “ Bilang Lahori panjang lebar, sembari menceritakan kalau dirinya sudah lama hidup dengan masyarakat adat sentani sehingga dia sangat memahami kondisi kehidupan masyatakat yang ada. Lahori mengutarakan pula kalau dia dan keluarganya hidup di Papua bukan hanya untuk sejenak mencari hidup, tetapi Papua sudah menjadi bagian darinya dan akan selamanya hidup dan tinggal di Papua. Apalagi isterinya itupun lahir dan besar di Papua, papar pedagang senior ini.

Setelah meminta konfirmasi dari Lahori, awak KD ( kabar daerah ) langsung beranjak menuju kantor Unit Pengelola Teknis Daerah ( UPTD ) di pasar yang berada pada gedung A di lantai dua. Ditemui kepala pengelola pasarnya di lantai satu dekat tangga naik ke lantai dua kantornya, pria tinggi bernama Daniel Sokoy ini akhirnya ikut memberikan keterangan setelah disugguhi pertanyaan.

Menurut Daniel, tujuan pemerintah membongkar lapak-lapak yang ada di pasar selain dalam rangka penertiban, namun juga untuk persiapan menjelang kedatangan presiden Jokowi ke Jayapura Maret 2018 nanti. Dia pun ( Daniel ) menerangkan tentang jumlah pedagang orang Buton yang belum memiliki kios yang terdapat 2 data yang berbeda. Baik dari versi mantan kepala pasar bernama Abas yang sebanyak 28 orang, dengan versi data Lahori selaku ketua paguyuban pedagang Buton yang 17 orang.

Daniel Sokoy 

Tujuan pembongkaran selain dalam rangka penertiban, tetapi juga untuk persiapan kedatangan presiden pada Maret 2018 mendatang ini. Semua ini dibuat pemerintah juga untuk kebaikan para pedang itu. Cepat atau lambat, tetap saja bangunan-bangunan lapak itu dibongkar. Itu kan bangunan sementara. Tempatnya sementara saja sehingga harus dipindahkan ke tempat yang tetap atau permanen. Kemudian mengenai pedagang Buton yang tidak punya tempat, dari data mantan kordinator mereka di terminal itu ada sebanyak 28 orang. Tapi data yang kami dengar juga dari pak Lahori ada 17 orang. Jadi nanti kami akan kroscek kembali dulu mana data yang benar. Tapi saya mau sampaikan di sini, kami tetap akan minta petunjuk bupati soal mereka yang belum punya tempat jualan itu. Sebagai perwakilan pemerintah di pasar, sudah pasti kami akan berpikir dan mencari solusi agar para pedagang yang tidak punya tempat itu bisa kembali menjual, karena memang kehidupan keluarga mereka ada di situ. “ Demikian ujar Daniel.

Lapak di celah gedung baru yang dibongkar

Sebelumnya, sewaktu media kabardaerah.com berdiri sambil bercerita dengan Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop kabupaten Jayapura di belakang mobil dinas Ka. Satpol PP bermarga Demetouw, kabid bernama Hilarius Warsito turut menyungguhkan bahwa pembongkaran yang dilakukan adalah dalam rangka penertiban serta persiapan dari kunjungan kepala negara itu sendiri. ( *Jeffry Ridwan. W, Ka.Biro TABI* ).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *