Christian Warinussy Beri Apresiasi Bupati Sorsel Samsuddin Anggiluli Dan Jajaran, Atas Pengakuan Wilayah Masyarakat Adat Konda Dan Knasaimos

TEMINABUAN, SORSEL, PBD, KD. Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) serta Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya memberi apresiasi kepada Bupati Sorong Selatan Samsuddin Anggiluli dan Jajarannya yang telah memberi pengakuan wilayah adat dari Masyarakat Adat di Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat Daya.

Hal itu spontan disampaikan Yan Christian Warinussy sebagai Pembela HAM Tanah Papua lantaran fakta kepedulian yang terlihat atas pengakuan Pemda Sorsel.

Kendatipun kurang lebih 3 (Tiga) tahun tegar berjuang atas hak-hak adat masyarakat setempat, akhirnya hasil dan impian tersebut dapat digapai.

Hal yang sama pun berhasil didapatkan masyarakat suku Knasaimos, meskipun selama kurang lebih 2 dekade lika-liku disertai suka-duka perjuangan itu dilakukan.

Demikian ulas Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian dan Pengembangan Bantuan Hukum {LP3BH} Manokwari kepada media ini.

“Masyarakat adat distrik Konda akhirnya mendapatkan pengakuan atas wilayah adat mereka seluas lebih dari 40.000 hektar.

Waktu yang diperlukan oleh masyarakat adat di distrik Konda untuk memperjuangkan pengakuan haknya, adalah selama 3 (tiga) tahun.

Pengakuan Negara melalui pemerintah kabupaten Sorong Selatan terhadap hak masyarakat adat di distrik Konda tersebut, diberikan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Sorong Selatan tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat.

SK Bupati Sorong Selatan tersebut telah diserahkan langsung kepada perwakilan masyarakat adat di Teminabuan, Sorong Selatan, pada Kamis (6/6) lalu.

Dengan demikian masyarakat adat di distrik Konda, kabupaten Sorong Selatan yang mendapatkan pengakuan  tersebut, terdiri dari sub suku Gemna yang memiliki wilayah adat 3 (tiga) Keret (marga) yaitu Orot, Tanogo dan Segeit, seluas 4.960 hektar.

Kemudian sub suku Nakna dengan luas wilayah adat 4.674 hektar, lalu sub suku Yaben dengan luas wilayah adat 27.399 hektar, dan sub suku Afsya dengan luas wilayah adat 3.307 hektar.

Di pihak lain, Bupati Sorong Selatan juga memberikan pengakuan untuk masyarakat adat Knasaimos dengan wilayah adat seluas 97.441 hektar, di distrik Saifi dan Seremuk yang didampingi organisasi masyarakat sipil (Civil Society Organization/CSO) Green Peace, dan Bentara Papua.

Proses untuk mendapatkan pengakuan selama 3 (tiga) tahun telah ditempuh oleh masyarakat hukum adat di distrik Konda, dan juga selama dua dekade oleh masyarakat adat Knasaimos.

Perjuangan mereka adalah untuk melindungi tanah dan hutan adat mereka dari ekploitasi pihak luar.

Sesungguhnya ruang bagi masyarakat hukum adat untuk mendapatkan pengakuan dari negara, telah diatur dalam Pasal 18 B Undang Undang Dasar (UUD) yang selengkapnya berbunyi: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Oleh sebab itu di dalam amanat pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua disebutkan; “Pemerintah Provinsi Papua Wajib mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku”.

Di dalam penjelasan pasal tersebut (43), disebutkan bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini juga merupakan kewajiban Pemerintah yang dilaksanakan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah.

Pemberdayaan hak-hak tersebut meliputi pembinaan dan pengembangan yang bertujuan meningkatkan taraf hidup baik lahiriah maupun batiniah warga masyarakat hukum adat.

Di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya, amanat pasal 43 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 dapat berlaku, atas dasar perintah dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, tentang “Penetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2008”, tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang.

Ini seharusnya menjadi “cemeti” konstruktif bagi Pemerintah Kabupaten Manokwari dan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya, untuk segera melakukan upaya nyata dalam memberi perlindungan hukum terhadap Masyarakat Hukum Adat dan hak-haknya.

Misalnya di Kabupaten Manokwari adalah perlindungan hukum terhadap Masyarakat Hukum Adat Sub Suku Meyakh di dataran Masni, hingga Sidey yang berada dalam wilayah pemerintahan distrik Masni dan Sidey, kabupaten Manokwari, untuk dapat mengelola sumber daya alam di wilayah hukum adatnya sendiri, termasuk mineral  emas sesuai dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, tentang “Pertambangan Mineral dan Batubara”, papar Yan menerangkan. ✍️📢: Jeffry/Jack.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *