Rekomendasi LHP BPK 2016, Disbun Papua Sudah Tak Lagi Salurkan Bantuan Tunai Ke Masyarakat. Karel ; TAPI Kenapa APBN Masih Bisa?

Karel Yarangga ( Kabid Produksi Dinas Perkebunan Provinsi Papua )

Jayapura Papua, KD. Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) RI Perwakilan Provinsi Papua pada 2015 lalu dalam hasil audit yang dilakukan di Dinas Perhubungan Provinsi Papua, dalam laporan hasil pemeriksaannya ( LHP ) mencatat adanya temuan sebesar 450 juta di Dinas Perkebunan Provinsi Papua. Temuan tersebut terdapat pada kegiatan Intensifikasi sebesar Rp.200,000,000 dan Perluasan Area sebesar Rp.250,000,000.

Adanya temuan BPK tersebut, tentu akan membuat siapapun yang melihat isi LHP tahun 2016 itu menjadi yakin dan percaya kalau memang benar seperti itu, bahwa angka 450 juta itu berindikasi adanya kerugian negara di sana. Namun konfirmasi yang dilakukan dengan mantan Pejabat Pengelola kegiatannya bernama Karel Yarangga, ternyata 450 juta yang menjadi temuan BPK itu hanyalah sebuah kesalahan mekanisme penyaluran ( transfer ) yang tidak dilakukan melalui BUD ( Bendahara Umum Daerah ) atau melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah ( BPKAD ) Provinsi Papua, sesuai regulasi penyaluran bantuan hibah kepada masyarakat. Dana petani tersebut disalurkan langsung ke Kelompok Tani di berbagai daerah di Papua langsung ke tangan mereka melalui Dinas Perkebunan yang ada di kabupaten/kota.

Kesalahan mekanisme penyaluran ini, dalam pandangan BPK memang tidak dibenarkan jika merujuk aturan hukum yang sudah ditetapkan tentang pemberian hibah itu sendiri, karena menyimpang dari ketentuan regulasi yang berlaku. Tapi menurut keterangan yang diberikan mantan PPTK, Karel menjelaskan bahwa dana tersebut sama sekali tidak dikorupsi satu rupiahpun dan murni telah disalurkan semuanya langsung ke tangan petani atau masyarakat. Bukti transfer ungkap Karel, masih tersimpan rapih hingga sekarang. Bahkan yang diindikasikan sebagai kerugian negara, Karel sangat membantah kalau pihaknya secara sengaja melakukan korupsi. Nominal 450 juta telah tuntas disalurkan sampai ke tangan sejumlah kelompok tani yang ada kata dia.

” Kalau dibilang kami korupsi itu tidak benar sama sekali. Semua bukti transfer masih ada kami simpan rapih. Di depan BPK juga sudah kami tunjukan sehingga setelah dilakukan uji petik oleh BPK ke lapangan, memang terbukti bahwa dana itu sudah tersalurkan sampai ke tangan petani. Di sini yang menjadi kesalahan menurut audit BPK itu sendiri, yaitu kesalahan mekanisme penyalurannya saja sesuai regulasi yang sudah ada. Dana 450 juta itu dibagikan ke beberapa daerah, dan satu kelompok tani yang terdiri dari 20 orang itu dikasih 20 juta rupiah. Per orang menerima 1 juta rupiah sebagai stimulus atau insentif untuk pemeliharaan perkebunan mereka. Dana tersebut kami serahkan pada bulan desember 2015 sesuai permintaan para petani itu sendiri. “ Terang Karel.

Karel menambahkan dalam penjelasannya yang cukup detil diberikan, dana rangsangan satu juta rupiah per orang petani atau per kepala keluarga ( KK ) sesuai lahan mereka ( 1 orang 1 hektar ), ditransfer melalui dinas perkebunan provinsi Papua ke dinas perkebunan di daerah dan kemudian dana tersebut disalurkan langsung ke kelompok tani ( KT ). Uang sebesar Rp.1.000.000 itupun diberikan hanya sekali dalam setahun.

Sebenarnya, lagi kata Karel, yang harus diterima petani Orang Asli Papua ( OAP ) itu adalah sebesar Rp.4.000.000 ( empat juta rupiah ) per orang, karena 1 juta untuk kegiatan pemeliharaan dan 3 jutanya untuk pembelian alat. Akan tetapi anggaran yang terealisasi tahun 2015 itu hanya diturunkan 450 juta rupiah tak sesuai kebutuhan, sehingga yang diberikan adalah 1 juta rupiah saja per orang sebagai dana pemeliharaan.

” Ini masa transisi untuk para petani kita OAP, jadi memang dana itu pemerintah daerah berikan untuk merangsang mereka. Dananya ditransfer dulu ke disbun ( dinas perkebunan ) di daerah, lalu kemudian dibagikan ke masing-masing kelompok tani. Waktu penyerahan danapun kami dari provinsi juga hadir. Dana itu tujuannya untuk pemeliharaan kebun, dan uangnya diberikan sekali dalam setahun. Memang orang bilang itu terlalu kecil, tapi mau bikin bagaimana? dikasih memang seperti itu.

Memang yang harus mereka terima adalah 4 juta karena 3 juta buat peralatan petani, dan 1 juta buat pemeliharaan kebun. Tapi dananya hanya terealisasi cukup untuk pemeliharaan saja, satu-satu juta per orang. “ tambah Karel.

Lebih lanjut Karel Yarangga yang juga merupakan Kepala Bidang Produksi ini menerangkan, intensifikasi terdiri dari ; Pembersihan Lahan, Pemangkasan, Pemupukan, termasuk Pengendalian Hama Penyakit. Kegiatan pemeliharaan dihitung mulai dari Pemeliharaan 0 tahun ( P-0 ) hingga Pemeliharaan umur 5 tahun ( P-5 ) tanaman tersebut dipanen. Dan kegiatan perluasan area sendiri, yaitu untuk petani yang sedang membuka lahan baru atau menambah luas area kebunnya.

Kembali kepada hasil audit BPK, pria asli suku Biak ini mengungkapkan kalau dirinya pernah mempertanyakan persoalan bantuan hibah berupa uang tunai langsung ke masyarakat yang bersumber dari dana Otsus – APBD Papua. Kabid Produksi ini sangat merasa heran atas adanya regulasi hibah yang kini menjadi landasan Auditor BPK Perwakilan Papua mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan pemberian bantuan tunai langsung ke masyarakat yang sumber anggarannya dari APBD. Alasan yang menjadi pembanding ataupun ukuran, yakni bantuan uang tunai langsung ( hibah ) dari APBN yang masih terus bergulir ke masyarakat di daerah.

Alasan yang lain tandas Karel, soal kebutuhan petani di lapangan juga sangat urgen sehingga jika proses bantuan berupa uang tunai yang akan melalui alur BPKAD atau BUD nantinya, dikhawatirkan akan pula berdampak terhadap persoalan intensifikasi itu sendiri dikarenakan prosesnya yang tidak secepat di dinas teknis sebelumnya.

PPTK ini terlihat jelas dari raut mukanya, sangat merasa aneh sebab anggaran yang turun dari APBN dan APBD bahkan Otsus itu sendiri, sama-sama merupakan Uang Negara. Letak perbedaannya di mana? Kabid Produksi memang masih merasa belum begitu memahaminya, termasuk regulasi hibah daerah yang sudah diberlakukan. Karel di hadapan wartawan kabardaerah.com turut mencurigai ada nuansa politis dalam hal ini, meskipun PMK ( Peraturan Menteri Keuangan ) yang ada masih memang memperbolehkan bantuan hibah berupa uang tunai langsung ke masyarakat, sedangkan untuk yang bersumber dari APBD sama sekali sudah tak lagi diperbolehkan.

” Memang aturannya jelas, namun apa ini ada muatan politik dalam cara penilaian BPK itu sendiri?. Saya jujur masih belum mengerti. Waktu itu dalam pertemuan yang dilakukan, saya sendiri sempat mengajukan pertanyaan ke BPK tentang regulasi hibah yang sudah menyetop pemberian bantuan hibah berupa uang tunai ke masyarakat, baik yang bersumber dari APBD maupun Otsus. Saya bilang ; kalau APBD atau Otsus yang tidak boleh lagi ada batuan langsung berupa uang tunai kepada masyarakat, lalu kenapa APBN masih bisa?.

Inikan uang rakyat dan sama-sama bersumber dari negara juga. Lalu kalau uang otsus sendiri yang kita kasih bantuan langsung ke masyarakat asli Papua bagaimana?. Apa itu juga salah?. Kita di provinsi pemberian bantuan tunai ini sudah dihentikan sejak 2016 atas rekomendasi BPK, tapi di kabupaten / kota baru di tahun 2017 mereka juga berhenti melaksanakan kegiatan pemberian bantuan tunai ini. Kan kasihan, misalnya kalau ada bantuan tunai nanti ke petani, prosesnya sudah tidak lewat dinas lagi tetapi melalui BPKAD.

Kasihan, ini kita bicara soal kebutuhan petani di lapangan yang memang urgen juga. Bagaimana kalau dia butuh uang saat itu sedangkan harus menunggu prosesnya yang lama?. Ya tapi kita tetap harus mengikuti aturan dan rekomendasi yang sudah dikeluarkan BPK. “ Tutur Karel sembari menambahkan lagi, sejak 2016 BPK telah merekomendasikan penghentian pemberian bantuan tunai ke masyarakat dan sudah diganti dengan bantuan fisik itu sendiri, sehingga untuk kegiatan tersebut kini telah dipihak-ketigakan ( memakai jasa pihak ketiga atau rekanan sehingga wajib mengikuti mekanisme belanja barang / jasa ).

Karel dalam harapannya yang disampaikan di ujung wawancara yang dilakukan di ruang kerjanya ( 16/04/2018 ), sangat mengharapkan supaya diperoleh konfirmasi lanjutan dari atasannya yakni kepala dinas sendiri. Dalam pertemuan yang telah dilakukan bersama kepala dinas Perkebunan provinsi Papua bernama Jhon Nahumuri, apa yang telah diklarifikasikan stafnya kabid itu telah disampaikan untuk diketahui.

Dari keterangan kadis yang bersangkutan, disungguhkan bahwa memang kegiatan tersebut sudah berjalan dan hanya kesalahan penyaluran saja. ” Apa yang disampaikan pak kabid memang benar seperti itu karena waktu itu dia PPTK-nya. Sebenarnya tidak ada yang namanya korupsi, hanya kesalahan penyalurannya saja. Tetapi dananya sudah tersalurkan sampai ke tangan petani. ” Jelas kadis.

Semoga ada penjelasan yang regulatif dan logis dari BPK itu sendiri terkait bantuan tunai ke masyarakat yang sudah tak diperbolehkan lagi dilaksanakan oleh SKPD atau OPD, tetapi pada kenyataannya untuk APBN itu sendiri masih bisa bergulir bantuan tunai ke masyarakat ( ~Jeffry Ridwan. W/Nando~ ).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *