Komnas HAM: Kekerasan Terus Terjadi Di Papua Bagai Perjamuan

Papua, Kabardaerah.com – Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, Frits B Ramandey, mencatat bahwa eskalasi kekerasan di provinsi Papua pada akhir 2017 bukannya menurun malah meningkat drastis.

Hal ini diungkapkan oleh Frits B Ramandey, Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, untuk memperingati hari HAM ke-69 pada 10 Desember 2017 se-tanah Papua, yang rencanya akan dipusatkan di Kabupaten Biak Numfor.

“Hal ini antara lain dapat dilihat dengan terjadinya mogok kerja di kawasan tambang emas di Tembagapura, Kabupaten Mimika, serta teriadinya berbagai peristiwa penembakan,” ujarnya , Sabtu (9/12/2017).

Menurutnya, tanah Papua terdiri dari berbagai macam suku dan berbagai macam bahasa yang berbeda-beda, apalagi kaya akan hasil bumi, yang ternyata tidak sebanding dengan kondisi kehidupan rakyat Papua yang masih keterbatasan.

Ia menjelaskan, lemiskinan, pengangguran, dan keterbelakangan masih menghiasi kehidupan rakyat Papua sampai dengan saat ini, lahirnya permasalahan itu merupakan kebijakan pusat yang tidak pro terhadap warga Papua.

“Ketidakpuasan rakyat Papua ini diduga di antaranya sebagai akibat berbagai kebijakan pemerintah pusat yang dinilai diskriminatif, sehingga berdampak pada munculnya berbagai gejolak penentangan atau penolakan,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan, segala bentuk penentangan dan penolakan yang dilakukan rakyat Papua ini. Selalu dicap negara sebagai tindakan makar, sehingga disikapi dengan tindakan represi yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa manusia yang meninggal dunia maupun yang luka-luka.

Sementara langkah pemerintah dengan melakukan pendekatan keamanan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Papua bukannya berdampak pada penciptaan rasa aman, tetapi justru berujung pada terjadinya berbagai bentuk tindak kekerasan dan pembunuhan.

“Kekerasan demi kekerasan, selalu saja terjadi bagai perjamuan tanpa akhir, baik kekerasan yang menjadi korban adalah penduduk sipil maupun, yang menjadi korban aparat keamanan Berbagai bentuk tindak kekerasan tersebut menjadi catatan hitam yang dari tahun ke tahun, selalu menumpuk dan tidak ada kejelasan siapa pelaku atau datang di balik berbagai tindak kekerasan yang telah merampas dan melukai sejumlah korban,” tegasnya.

(Admin/Akurat.com)

Respon (2)

  1. Ya betul, saya beli tanah tahun 2015 dari develover. tahun 2017 datang orang mengaku sebagai pemilik ulayat dan minta uang yang besar dengan alasan bahwa tanah itu dulu dibeli terlalu murah.
    mengapa pelanggaran ham seperti ini sering terjadi?
    Apakah karena masalah ekonomi (butuh uang?)… ternyata tidak, yang minta uang ternyata orang kaya.

  2. ya… tanah sekolah sekolah, tanah universitas bahkan tanah gereja juga mengalami hal yang sama. seharusnya selain pelepasan adat dan sertifikas, mestinya ada “surat jaminan bahwa tanah dijual tidak kemurahan”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *