Hendaklah Hasil~Buah Pekabaran Injil Rasul Ottow Dan Geisller, Jadi Dasar Perdamaian Di Atas Tanah Papua

Edit dan Posting: Jeffry/Jack.

Hari Senin, 5/2 Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua bersama seluruh umatnya maupun denominasi gereja beserta umat Kristiani merayakan Hari Masuknya Injil yang ke-169 tahun (5 Februari 1855-5 Februari 2024).

Pertama kalinya, Kabar Baik (Injil) itu dibawa oleh 2 (dua) orang Zendeling (Penginjil) berkebangsaan Jerman bernama Carl Wullem Ottouw dan Johann Gottlob Geissler dari daratan Benua Eropah ke Tanah Papua, melalui Pulau Jawa, Pulau Sulawesi dan Pulau Halmahera hingga mendarat di pantai Pasir Putih Pulau Mansinam di bibir Teluk Doreh, Manokwari pada 169 tahun yang lalu.

Ketika itu menurut catatan hariannya, Geissler baru menginjak usia muda yaitu 25 tahun (Geissler lahir di Langenreichenbach dekata Torgau, Jerman pada tanggal 18 Februari 1830).

Kedua Zendeling yang sangat dihormati oleh Orang-orang Papua itu pertama kali mengucapkan doa dengan kata : “Dengan Nama Tuhan, kami menginjak Tanah ini”.

 

Foto: YAN CHRISTIAN WARINUSSY.

Sebagai seorang Penatua GKI Di Tanah Papua dan sebagai Sekretaris Urusan Pelayanan Pembinaan Jemaat GKI Sion Sanggeng, Manokwari, saya mendapati di dalam nats bacaan Alkitab yang ditetapkan oleh Departemen Pekabaran Injil Sinode GKI Di Tanah Papua untuk Minggu pelayanan tanggal 3 hingga 10 Februari 2024, yaitu dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus (1 Korintus 1:18-1 Korintus 2:5), yaitu tentang Hikmat Allah dan Hikmat manusia.

Pembacaan tersebut sangatlah relevan dengan perenungan bersama seluruh umat Kristiani akan maksud Tuhan dari perjalanan Ottouw dan Geissler ke Tanah Papua yang penuh pergulatan pribadi dan iman mereka berdua untuk dapat tiba di Negeri orang hitam, negeri yang penuh misteri, negeri yang penuh ceritera masa lalu yang kelam dan menakutkan.

Namun hikmat Tuhan Allah sangat melingkupi diri kedua orang muda asal Jerman ini yang tetap teguh, ingin menjejakkan kakinya sendiri di Tanah Pasir Putih Pulau Mansinam dan Pesisir Teluk Doreh ketika itu (1855).

Hal yang sama menurut saya nampak dari keteguhan hati para Gembala Effrata yang mendengar suara Allah Sendiri lewat para malaikatnya, dan langsung pergi bertemu bayi Yesus Kristus dan sujud menyembah-Nya. Mereka sesungguhnya diliputi hikmat Tuhan.

Demikian pula kedatangan orang-orang Majus (bijaksana) dari Timur untuk bertemu dan menyembah Tuhan Yesus Kristus Yang lahir di kandang Betlehem, Tanah Yudea pada 2000-an tahun yang lalu.

Mereka sesungguhnya diliputi pula oleh hikmat Tuhan sebagaimana diuraikan oleh Rasul Paulus dalam surat Korintus tadi, sehingga menurut pandangan saya sebagai Penatua GKI, bahwa kedatangan kedua Rasul Papua yaitu Ottouw dan Geissler sebagaimana disunting oleh Pendeta DR.Rainer Scheunemann dalam Bukunya : Fajar Merekah di Tanah Papua, Hidup dan Karya Rasul Papua Johann Gottlob Geissler (1830-1870) dan warisannya Untuk Masa Kini, sangatlah berarti.

Penerbit buku Jubelium Emas 150 Tahun Hari Pelebaran Injil di Tanah Papua, halaman 23 : ….“Tanah Papua (New Guinea) adalah tanah tujuan dan kerinduan Geissler.

Akan tetapi perjalanan ke sana adalah panjang dan ada berbagai rintangan yang menghalanginya, sehingga Geissler membutuhkan waktu tiga tahun sampai akhirnya dapat tiba di Tanah Papua”.

Anda bisa membayangkan bagaimana perjalanan Geissler dan temannya dari kota Berlin, Tanah Jerman ke Negeri Belanda yang sebagian besar saat itu ditempuh dengan berjalan kaki untuk menghemat biaya?.

Hikmat Tuhan sebagaimana ditulis Rasul Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus, sungguh sangat menginspirasi Geissler dan juga Ottouw dan rekan mereka asal Negeri Belanda bernama Schneider dari Siegen, untuk tetap teguh berangkat ke negeri hitam Papua ketika itu.

Waktunya pun tiba pada tanggal 26 Juni 1852, Ottouw, Geissler, dan Schneider berangkat dari kota pelabuhan Rotterdam, Negeri Belanda, dengan menumpang kapal Abel Tasman menuju ke kota Batavia, di Pulau Jawa, Hindia Belanda.

Satu contoh hikmat Tuhan meliputi mereka bertiga adalah seperti ditulis oleh Pendeta Reiner Scheunemann : “Akan tetapi sebelum berangkat mereka bersama-sama berdoa dan menyerahkan diri mereka dengan sukacita ke dalam pemeliharaan tangan Tuhan”.

Perjalanan laut itu menempuh waktu sekitar 3 (tiga) bulan lebih, hingga mereka tiba dengan selamat di Batavia pada tanggal 7 Oktober 1852.

Di Batavia mereka bertiga diuji lagi oleh Tuhan selama 1 (satu) setengah tahun.

Dengan berbagai halangan dan rintangan tersebut, akhirnya pada bulan April 1854, Ottouw dan Geissler pun berangkat meninggalkan Batavia menuju ke Ternate.

Kenapa menuju Ternate?. Karena ketika itu berdasarkan informasi yang diperoleh mereka, bahwa pulau Mansinam yang menjadi tujuan mereka masih berada di bawah otoritas Kesultanan Tidore yang merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Hindia Belanda di Batavia.

Rupanya berita keberangkatan mereka dari Tanah Jawa menuju ke Ternate dan nanti ke Papua sungguh merupakan berita gembira, sehingga Ottouw menulis : “berita ini begitu menyenangkan sebagaimana bagi seorang pelaut yang akhirnya menemukan daratan”.

Peringatan Hari Pekabaran Injil ke-169 tahun ini (2024), hendaknya juga mengimani Hikmat Tuhan sebagaimana ditulis oleh rasul Paulus dalam surat Korintus tersebut, dan bagaimana para gembala di Effrata dan Orang-orang Majus yang berhikmat Tuhan ketika memutuskan datang bertemu bayi Yesus Kristus, yang dibungkus kain lampin dan dibaringkan di dalam pakungan serta menyembah Dia.

Hormat Tuhan mengilhami para Majus yang kendatipun hendak “diprovokasi” dan “diakali” oleh Raja Herodes “rakus kekuasaan” ketika itu, tapi mereka orang Majus justru telah “berhikmat” Tuhan kembali melalui jalan lain, demi menyelamatkan Bayi Tuhan Yesus Kristus saat itu.

Tantangan perjalanan Pekabaran Injil dari daratan Benua Eropah hingga didaratkan oleh kedatangan Ottouw dan Geissler di Pulau Mansinam, Tanah Doreh, Negeri Papua dan hingga kini, telah berbuah banyak.

Dan hendaknya hasil buah-buah dari kedua Rasul itu mengajari kita semua Orang Papua, bahwa Injil Sesungguhnya adalah wujud hikmat Tuhan yang mesti terus mendasari seluruh sendi kehidupan Orang Asli Papua.

Harus mendasari seluruh sendiri kehidupan OAP itu sendiri, untuk membangun perdamaian di atas Tanah Papua, Negeri kita sendiri tanpa melupakan sejarah perjalanan para pembawa berita Injil tersebut yang sudah berlumuran derita, pergumulan, dan darah serta air mata.

✝️Tuhan Memberkati kitorang semua👏✝️.

Penulis merupakan seorang Penatua dan Sekretaris Urusan Pelayanan Pembinaan Jemaat GKI Sion Sanggeng, Manokwari, Papua Barat, bernama: Penatua Yan Christian Warinussy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *