Aneh! Tak Ada Subsidi, Raskin Lancar Tersalurkan Tiap Triwulan, Herman Kofit Tetap Jadi Tersangka

Herman Kofit ( berdiri, kanan )

Jayapura Papua, KD. Dugaan kriminalisasi yang diberikan terhadap mantan kepala distrik ( kadistrik ) Arso Timur di kabupaten Keerom bernama Herman Kofit, kini menimbulkan tanda tanya berbagai pihak, terlebih keluarga tersangka.

Kabardaerah.com ketika mendapat informasi kasus korupsi penggelapan raskin yang juga menimpa salah seorang staf distriknya bernisial PH ini, di rumah Herman pada 03/05/2018 media kabardaerah.com akhirnya mendapat sejumlah keterangan konfirmasi dan klarifikasi yang diberikan.

Dalam keterangan Herman yang juga pernah menjabat kepala distrik Waris, didampingi isteri dan juga anak-anaknya yang masih merasa tak menerima atas kasus yang menimpa ayah kandung mereka sendiri, Herman mengungkapkan beberapa hal berkaitan dengan pengalamannya ketika memimpin distrik Arso Timur.

Menurut pria yang memiliki tiga orang anak lelaki tersebut, saat dirinya mendapat panggilan penyidik Kepolisian Resort ( Polres ) Keerom untuk mendengar pemaparan yang diberikan pihak auditor BPKP Provinsi Papua, dirinya sangat merasa heran dan tak percaya atas kasus korupsi dengan angka temuan BPKP yang mencapai 3,5 Milyar Rupiah khusus di distrik yang dipimpinnya, berkenaan dengan pendistribusian raskin tahun 2014 dan 2015.

Tahun 2014 dan 2015 saat dirinya menjabat camat ataupun kepala distrik, masih sama sekali tidak ada subsidi pemerintah daerah kabupaten Keerom yang digulirkan, bahkan uang tebusan raskinnya pun murni mengalir dari kantong pribadi warga masyarakat Arso Timur. Anehnya, pria yang isterinya juga merupakan staf di kantor distrik Waris ini tetap saja menjadi tersangka oleh hasil penyelidikan dan pengembangan kasus yang dilakukan Penyidik Tipikor Polres Keerom itu sendiri. Terutama berdasarkan hasil audit BPKP yang sudah menetapkan angka korupsi di atas tiga milyar rupiah.

” Jujur saja saya heran dan juga kaget ketika dipanggil penyidik dari Polres Keerom waktu itu. Dari hasil pemeriksaan BPKP yang dilakukan untuk raskin yang masuk di Arso Timur tahun 2014 dan 2015, disebutkan bahwa temuan yang menjadi kerugian negara itu sebesar 3 Milyar 500 Juta Rupiah. Saya sama sekali tidak paham dengan cara perhitungan BPKP itu. Kenapa?. Karena pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2015 saya jadi kepala distrik, sama sekali belum pernah atau tidak ada yang namanya subsidi dari Pemda Keerom.

Tidak ada subsidi sama sekali waktu itu. Uang yang dipakai menebus beras miskin itu murni dari uang masyarakat per kepala keluarga. Jadi masyarakat kumpul uangnya dulu, lalu pemerintah distrik antar ke kantor Bulog untuk tebus raskinnya. Lalu saya jelaskan lagi untuk diketahui, selama saya urus dan tangani raskin di Arso Timur, tidak pernah tersendat sedikitpun distribusi berasnya setiap triwulan. Terkecuali di tahun 2015 jatah raskin Arso Timur satu triwulannya dikurangi kuotanya oleh satker raskin bernama Robby Homer boleh, itu pernah.

Tak ada uang tebusan masyarakat satu rupiah pun yang saya makan. Coba datang sendiri dan ketemu dengan warga Arso Timur dan tanyakan mereka. Setiap triwulan berasnya lancar masuk dan tersalurkan sampai ke tangan warga ataukah tidak..?. Justru masyarakat di Arso Timur sampai sekarang masih sangat menginginkan saya untuk kembali memimpin distrik mereka. Begitupun di distrik Waris. Kita ini datang mengabdi di tempat tugas yang diberikan pemerintah, benar-benar dengan hati kita melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Jadi jangan samakan saya dengan orang lain.

Tidak pernah ada warga masyarakat saya yang mengeluh soal penyaluran raskin saat saya memimpin di sana. Justru kalau masyarakat merasa heran dan kaget kalau saya tiba-tiba jadi tersangka oleh Polres Keerom itu boleh. Jadi waktu itukan ada 9 kampung. Selama 2 tahun itu ada 4 kampung yang tidak pernah menyetor biaya pembelian raskinnya sama sekali.

Setelah berasnya tiba di distrik, jatah yang 4 kampung itu saja yang kami alihkan ke 5 kampung besar yang penduduknya lebih banyak. Yaitu yang sudah memberi biaya tebusannya lebih. Jadi jangan pikir uang dari 4 kampung itu ada kami pakai. Empat kampung itu selama 2 tahun sama sekali tidak pernah menyetor uangnya. Masa empat kampung itu tak menyetor uangnya lalu kami harus kasih gratis saja raskinnya begitu, tidak bisa kan?.

Ingat! ini tidak ada subsidi Pemda Keerom sama sekali. Nanti di tahun 2016 baru mulai ada subsidi raskin dengan nominal 3 M lebih untuk Keerom seluruhnya. Ini angka 3 M lebih hanya khusus menjadi temuan untuk distrik Arso Timur itu bagaimana?. Kalau begitu kepala distrik yang lain juga harus terjerat kasus hukum dong!. Kenapa?, karena memang tahun 2014 dan 2015 itu sama sekali tak ada subsidi yang diberikan Pemda Keerom.

Sekali lagi saya tegaskan, jadi jatah empat kampung itulah saya alihkan untuk masyarakat dari kelima kampung besar yang sudah kasih biaya tebusannya lebih. Karena penduduknya banyak dan ada yang menebus lebih karena ada ketambahan jumlah penduduk, maka jatah raskin empat kampung itu saya alihkan untuk kelima kampung besar. Saya punya bukti-bukti yang akurat untuk hal ini. Juga bisa datang tanyai warga Arso Timur sendiri. Tapi kenapa hasil audit BPKP itu bisa menetapkan saya korupsi uang sebesar 3 Milyar lebih?. Perhitungannya atas dasar apa?. Cara menghitungnya sendiri bagaimana?. “ Ungkap Herman menyayangkan hasil putusan BPKP.

Tambah Herman, sejak pemaparan hasil pemeriksaan BPKP Provinsi Papua di Polres Keerom itu dilakukan, dirinya sama sekali tidak diberikan ruang sedikitpun untuk bisa menyampaikan sanggahan atau keberatan atas penyampaian pihak BPKP. ASN yang kini menjabat salah satu jabatan Kepala Seksi di OPD KOMINFO kabupaten Keerom ini sangat merasa heran atas sikap Kapolres ( mantan ) yang saat itu tak sedikitpun memberi ruang dan kesempatan agar dapat ditanggapi hasil pemeriksaan BPKP.

” Jujur saya merasa seperti dizolimi. Waktu BPKP memaparkan hasil auditnya terhadap indikasi temuan korupsi raskin di Arso Timur tahun 2014 dan 2015 serta menetapkan angka 3,5 Milyar, saya langsung minta ke Kapolres untuk harus menanggapi keterangan BPKP itu. Saya heran sekali saat itu karena Kapolres sama sekali tidak mau memberikan kesempatan serta ruang untuk saya bisa jelaskan terkait raskin di Arso Timur.

Saya minta untuk menanggapi hasil temuan BPKP yang fantastis itu, kapolres langsung melarang saya dan bilang bahwa saya sudah terbukti bersalah jadi harus siap jalani proses hukumnya saja. Ini ada apa sebenarnya?. Saya merasa aneh dengan kasus saya ini ; penyaluran raskinnya tiap triwulan selalu lancar dan masyarakat yang menebus raskin tak pernah tak kebagian, lalu tak ada subsidi sama sekali kok temuannya melambung sampai 3 Milyar lebih?.

Saya dan keluarga saya terus terang sampai detik íni masih terus mencari tahu siapa dalang yang menjadi pelapor di belakang layar kasus ini, dan sengaja meng-kambinghitam-kan saya. “ Tegas Herman sembari menyebutkan ada 3 nama yang masih sangat dicurigai sebagai aktor di belakang layar yang diduga sengaja meng-kambinghitam-kan dirinya ( ke-3 nama yang disebutkan telah dikantongi media ini namun sedang dalam proses investigasi ).

Lanjut Herman, Reskrim dan Penyidik Tipikor Polres Keerom harus lebih bijak, profesional dan netral dalam mendalami persoalan pengelolaan raskin di Arso Timur itu sendiri. Pasalnya, sebelum dirinya ( Herman Kofit ) menjabat, ada mantan kepala distrik sebelumnya ( kini menjabat salah satu jabatan penting di salah satu SKPD, red ) yang juga sejak tahun 2011 sampai 2014 bergantian dengan Herman, menangani raskin masyarakat.

Herman justru menerangkan sambil memperdengarkan hasil rekaman percakapan bersama salah seorang yang disebutkan memiliki peran penting juga soal Tipikor bermarga Nussy, bahwasanya sejak mantan kadistrik yang notabene orang asli Papua itu menjabat, akses jalan ke Arso Timur masih tak sebagus sekarang. Hal ini turut mempengaruhi pendistribusian raskin ke Arso Timur.

Selain faktor jalan, diduga motivasi untuk memperkaya diri dari 2 oknum ( mantan kadistrik dan mantan kepala kampung ; nama dan inisial sementara dirahasiakan ) juga sangat harus dilidik serta disidik kembali oleh penyidik Polres Keerom. Herman bahkan Nussy dalam komentar rekamannya sangat menekankan agar tak ada kesan TEBANG PILIH dari penyidik Polres Keerom itu sendiri.

” Saya punya firasat dan kecurigaan, ada oknum tertentu yang sudah sengaja mau menjebak dan meng-kambinghitam-kan saya. Saya secara pribadi bersama Pengacara saya dan juga keluarga saya sangat meminta supaya Polres Keerom harus lebih bijak, lebih netral dan lebih profesional dalam menyidik kasus saya. Begitupun bila kasusnya naik ke Kejaksaan nanti. Jangan cuma berdasarkan hasil audit BPKP yang masih tak dapat kami terima sesuai fakta di lapangan, tetapi penyidik Polres Keerom juga harus datang sendiri ke Arso Timur dan tanyakan langsung ke masyarakat.
Terus terang kami ini pernah dengar sendiri dari sejumlah warga di Arso Timur yang menilai kinerja pengelolaan raskin dari mantan kepala distrik sebelum saya. Hal ini juga lebih diperkuat lagi dengan pernyataan pak Nussy yang siap menjadi saksi untuk memberikan keterangan terkait dugaan korupsi yang pernah dilakukan oknum mantan kadistrik sebelum saya dan salah seorang mantan kepala kampung yang kini menjabat anggota DPRD Keerom. Pak Nussy sendiri bilang dia sendiri saksi mata karena waktu kepemimpinan sebelumnya, raskin itu jarang masuk ke Arso Timur.

Ya kami minta supaya jangan ada Tebang Pilih atas kasus raskin yang menimpa saya ini. Saya sendiri dengar juga kalau pernah mantan sebelumnya sudah pernah berhadapan dengan penyidik Polres Keerom, tapi sampai sekarang kasusnya seperti tertelan waktu. Juga kami dengar sendiri pernah balai desa atau tempat ditampungnya beras raskin ini di-Policeline Polres Keerom sendiri, kok sampai di saya yang penyaluran raskinnya ke masyarakat selalu lancar setiap triwulan malah jadi Tersangka…?. Aneh memang. “ Komen Herman sambil memutarkan rekaman komunikasinya berdurasi 18 menit 51 detik bersama Nussy yang cukup memberi gambaran tentang persoalan raskin di Arso Timur itu sendiri.

Wartawan KD pada April 2018 bulan kemarin mendatangi kantor BPKP yang beralamat di Pasir Dua. Di lantai dua ruang penyidikan yang dipimpin seorang kepala bidang bernama Agus menjelaskan, apa yang sudah menjadi temuan dengan angka 3 Milyar lebih itu memang murni sebagai hasil pemeriksaan dan audit yang benar-benar diperoleh.

Didampingi salah seorang staf auditornya yang pernah pula ikut dalam pemeriksaan raskin di Arso Timur bernama Dony, kedua auditor BPKP yang menerima kunjungan media dan ketua LSM BARAPEN Provinsi Papua ( LSM resmi terdaftar di Kesbangpol Provinsi Papua ) bernama Edison Suebu, SH langsung mengonfirmasi sejumlah pertanyaan yang dilontarkan awak media ini. BARAPEN ( = Barisan Rakyat Peduli Nusantara ) disingkat Barapen.

Konfirmasi Dony di hadapan atasannya Agus, pria non asli Papua ini menjelaskan kalau hasil temuan yang diperoleh meskipun tak ada subsidi Pemda Keerom saat itu, namun ukurannya yang dipakai adalah harga Rp.8000 lebih yang ditanggung sekitar Rp.6000 lebih oleh Pemerintah Pusat. Sedangkan yang dijual ke masyarakat sesuai regulasi yang berlaku, yaitu sebesar Rp.1.600. Tanggungan 6000 sekian rupiah oleh pusat inilah yang kemudian menjadi dasar dijadikannya indikasi temuan, karena tidak ada pengembalian ke negara oleh mantan kepala distrik Arso Timur itu.

Edison Suebu, SH ( ketua LSM Barapen Prov. Papua )

Mendengar penjelasan tersebut, ketua LSM yang juga prihatin dengan kasus yang menggerogoti Herman Kofit ini ikut melayangkan pernyataan ke hadapan kedua pegawai BPKP tersebut. Pertanyaan yang sama pun telah diberikan wartawan KD, tapi keterangan Dony dan atasannya itu tetap saja menguatkan penjelasannya bahwa audit atau pemeriksaan yang dilakukan BPKP, yakni mengarah hanya kepada tanggungan pusat per kilo gram seharga Rp.6000 rupiah lebih yang kemudian dikalikan dengan keseluruhan banyaknya raskin yang masuk ke Arso Timur selama 2 tahun ( 2014 s/d 2015 ).

” Kalau demikian alasannya, kalau begitu semua kepala distrik yang berada di kabupaten Keerom bahkan Papua ini harus terjerat kasus hukum dong pak. Iya kan?. Masalahnya kan murni ini uang dari masyarakat yang dipakai menebus raskin. Bukan uang negara. Lalu kan tidak ada sama sekali yang namanya Subsidi dari Pemda Keerom waktu itu kok. “ Tandas ketua LSM kepada kedua pewagai BPKP.

Di hadapan media KD sendiri, ketua LSM asli suku Sentani ini turut mengomentari kasus hukum mantan kadistrik Arso Timur. ” Kalau memang BPKP menganggap bahwa harga 6000 sekian rupiah yang harus dibayar itu yang kemudian dijadikan temuan karena tak ada pengembalian ke negara misalnya, kalau begitu BPKP jangan tebang pilih dalam melakukan audit raskin ke semua kepala distrik yang ada di Keerom. Harus dicek dan diperiksa juga kepala distrik yang lain, apakah mereka juga sudah kembalikan uang yang ditanggung pemerintah pusat dengan harga 6000 rupiah lebih per kilo itu ataukah tidak?!. Pada tahun 2014 dan 2015 itu maksud saya. Saya yakin semua kepala distrik pasti akan bermasalah soal ini.

Kami menduga jangan sampai pak Herman Kofit ini saja yang menjadi sasaran empuk untuk dijadikan tumbal demi tutupi oknum koruptor yang lainnya. Kenapa demikian?. Ukurannya menurut kacamata kami dari LSM, penyaluran raskinnya tak pernah tersendat sama sekali setiap triwulan, dan tak pernah ada subsidi dari Pemda Keerom. Juga uang tebusan warga masyarakat ini tak pernah dikorupsi atau dimakan sedikitpun dari mantan kepala distrik ini sendiri.

Lalu kalau mau dibilang jatah raskin 4 kampung itu yang dikorupsi, pertanyaan kami ; kenapa empat kampung itu tak pernah menyetor uang tebusannya?. Ya, kalaupun ada indikasi korupsi di situ misalnya, masa nominalnya bisa sampai fantastis kaya begitu?!. Harus dihitung baik juga karena jatah empat kampung itukan dibijaki secara adil untuk diberikan ke 5 kampung yang penduduknya banyak. Lagi pula empat kampung itu sama sekali tak pernah menebus berasnya.

Kalaupun memang ada selisih yang diobjekkan setiap triwulan misalnya, saya harap dapat dihitung secara baik. Jangan karena ada dorongan dan pengaruh oknum tertentu di balik layar yang secara sengaja mau menjebak pak Herman, serta kemudian sembunyi di belakang panggung untuk meng-kambinghitam-kan mantan kadistrik Arso Timur ini lalu sengaja membuat laporan agar pak Herman harus diproses hukum.

Kami terus terang sangat menduga ada yang janggal dengan persoalan kasus korupsi raskin Arso Timur ini sampai telah mentersangkakan pak Herman Kofit. Oknum yang telah menjadi pelapor terhadap pak Herman ini jika ada, kami berharap suatu waktu bisa diketahui. Ini juga harapan dari keluarga tersangka. Dan kalau rasionalisasi perhitungan BPKP dengan mengukur angka 6000 lebih dari pusat, maka semua kepala distrik yang pernah bertugas di tahun 2014 dan 2015 harus diperiksa juga dong. Kenapa? ya karena memang tak ada subsidi Pemda Keerom yang diberikan waktu itu. Jangan cuma Herman Kofit sendiri. “ Tutur ketua LSM yang memiliki nama lengkap Edison Suebu, SH ini berharap.

Wartawan kabardaerah.com setelah mengantongi beberapa nama yang berkompeten dengan raskin Keerom, sebanyak dua kali awak KD mendatangi instansi Dinas Perindustrian dan Perdagangan guna menemui mantan satker raskinnya yang disebutkan berinisial RH. Bukan hanya soal pernah jatah raskin satu triwulan ke distrik Arso Timur saja yang dikurangi untuk ditanyakan, tetapi ada satu dua pertanyaan lain pula yang ingin ditanyakan. Sayangnya, kesempatan pertama wartawan tiba di OPD yang beralamat di Arso 2 itu, RH yang juga menduduki jabatan penting di OPD ini telah keluar dari kantor ( pulang ke rumah sesuai jawaban yang diberikan dua orang staf ketika ditanyai, red ). Keesokan harinya ketika media ini tiba lagi di kantornya, RH dikabarkan tidak sempat masuk kantor.

Guna menjadi objektif, akurat, berimbang bahkan untuk menjadi pembanding atas kinerja mantan-mantan kepala distrik yang pernah bertugas di Arso Timur, dari beberapa informasi yang dikantongi awak KD sendiri termasuk keterangan yang diperoleh dari Herman Kofit bersama isterinya, juga termasuk pernyataan tegas yang disampaikan pria bermarga Nusy dalam rekaman berdurasi 18 menit 51 detik itu, kabardaerah.com akhirnya menyambangi kantor salah seorang pejabat berinisial MM. Sayangnya, MM yang ingin dimintai pula konfirmasinya ini tak sempat berada di kantornya.

Awak KD selain ingin mendapat konfirmasi dari RH dan MM, kepala BAPPEDA yang juga ditemui di ruangan rapatnya ( 09/05/2018 ) menjelaskan kalau dirinya cukup paham tentang raskin itu sendiri. Kepala BAPPEDA bernama Agus yang baru saja dilantik ini setelah sekian tahun bekerja di Dinas Sosial kabupaten Keerom mengatakan, tahun 2014 dan 2015 memang sama sekali tak ada subsidi dari Pemda Keerom. Agus pun menjelaskan bahwa proses pengalihan raskin dari 4 kampung itulah yang mungkin  menjadi temuan juga, karena secara aturan hal itu tidak dibenarkan kata dia.

” Saya paham tentang raskin ini karena dulu saya di dinas sosial. Cuma saya mau sampaikan di sini bahwa subsidi yang dimaksudkan bukan berasal dari APBD kabupaten Keerom. Terus yang terjadi pengalihan penerima manfaat atau keluarga sasaran dari empat kampung itu ke lima kampung besar, itu yang memang secara aturan tidak dibenarkan. Raskin ini sudah diatur dengan aturan. Sasaran penerima itu adalah yang benar-benar termasuk kategori masyarakat miskin yang sudah terdaftar dalam Basis Data Terpadu atau BDT. Per kepala keluarga itu punya jatah raskin tersendiri, dan tak bisa jatahnya dialihkan ke orang lain. Itu salah. Cuma soal nilai temuan BPKP yang sebesar itu ya,…pasti ada cara penilaiannya sendiri.

Harapan saya, kita sebagai ASN berharap supaya cepat selesai kasus ini. Kalau dia tak bersalah ( Herman ) yang dibebaskanlah. Tapi kalau memang terbukti bersalah, ya harus jalani proses hukum. “ Bilang Agus sembari menjelaskan lagi kalau instansi yang pantas mengelola raskin itu adalah dinas sosial, bukan dinas perindustrian dan perdagangan. Hanya karena kebijakan bupati waktu itu sehingga disperindaglah yang menangani dan mengurus raskin kata dia ( Agus ).

Ingin memperoleh keterangan lagi dari kepala inspektorat kabupaten Keerom terkait kasus korupsi raskin Arso Timur, sayangnya kepala Inspektorat yang bersangkutan tak ada di kantor ketika awak KD mengunjungi instansi itu.

Konfirmasi Sekda di ruang kerjanya

Bertemu langsung dengan Sekretaris Daerah kabupaten Keerom ( 03/04/2018 ), sekda bernama B.W. Sejati inipun memberikan sedikit komentarnya. ” Saya ini baru dua tahun saja menjabat sekda. Kasus itupun jujur saya baru tahu ini. Ade dorang datang cerita ke saya baru saya lagi dengar ini. Tapi karena kasus ini sudah sampai ke ranah hukum, maka wajib kita menghormati dan menghargai proses hukum yang sudah berjalan. Lalu ASN yang jadi tersangka pun belum pernah datang ketemu saya di sini. Namun saya tak mau terlalu banyak berkomentar. “ Ujar sekda yang turut mengharapkan agar tak ada tebang pilih soal kasus raskin tersebut.

Lebih lanjut Herman mengatakan, sejak BPKP menetapkan adanya temuan sebesar 3 M lebih dan mantan kadistrik Arso Timur ini tersandung kasus hukum, dirinya masih tetap saja aktif memenuhi panggilan apabila dipanggil penyidik. Juga tentang kasus korupsi yang dialaminya, menurut Herman yang disungguhkan isterinya menerangkan bahwa saat itu Herman sendiri sudah dipanggil mantan sekda Petrus Solosa dan Wakil Bupati Muhammad Markum ( sekarang bupati ). Sekda bahkan wakil bupati sangat kaget dengan nominal temuan yang ditemukan BPKP sendiri.

” Saya sampai detik ini masih tetap selalu aktif memenuhi panggilan apabila dipanggil penyidik. Memang saya sudah dinyatakan tersangka tapi tidak ditahan. Waktu temuan BPKP itu disebutkan, bapak sekda Petrus Solosa langsung memanggil saya untuk menanyakan hasil temuan tersebut. Terus terang sekda sangat heran sekali atas angka temuan yang sangat besar ini. Wakil bupati Muhammad Markum yang sekarang bupati pun demikian.

Tentu pimpinan daerah itu heran. Kenapa?, karena tidak ada subsidi pemda sama sekali waktu itu. Uang yang pakai tebus pun murni uang masyarakat. Lalu penyalurannya rutin setiap triwulan tanpa ada yang tersendat dilakukan. Artinya tidak ada uang masyarakat yang saya korupsi sama sekali. Saya sudah menjelaskan hal ini ke mantan sekda bapak Petrus Solosa dan ke pak wakil bupati Muhammad Markum waktu itu. “ Terang Herman.

Awak KD ketika hendak mengonfirmasikan kasus ini ke Polres Keerom ( 03/05/2018 ), disayangkan sekali karena Kapolresnya sedang keluar daerah ( ujar salah seorang staf polisi yang dijumpai ). Didatangi lagi ke ruang kerja Kasat Reskrim, Kata seorang staf polisi yang lupa dimintai namanya itu menyampaikan kalau kasatnya sedang keluar. Wartawan melanjutkan ke ruangan kanit Tipikor, ternyata masih ada salah seorang staf penyidik bernama Wahyu yang bekerja di ruangan.

Disuguhkan pertanyaan mengenai keberadaan kanit Tipikor, Wahyu mengatakan bahwa kanitnya bersama kasat reskrim sedang mengikuti acara di Vave Hotel Jayapura. ” Pak kanit dan pak kasat sedang ikuti kegiatan di Vave Hotel Jayapura. “ Disampaikan terkait rencana konfirmasi kasus korupsi raskin di Arso Timur ; apakah sudah P-21 berkas perkara Herman Kofit, staf penyidik itu menyampaikan bahwa kasusnya masih belum P-21 katanya. ” Belum pak. Kasusnya belum P-21. “ Bilang Wahyu singkat.

Berita media HPP yang menginformasikan kasus HK yang sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jayapura

Dalam informasi salah satu media lokal yang kebetulan dikantongi media ini, disebutkan jelas kalau ada berkas 3 ASN yang telah diserahkan ke Kejari Jayapura. Informasi berita tersebut diekspos pada 23 April 2018, dan salah satu dari ketiga TSK ( tersangka ) adalah Herman Kofit ( HK ) sendiri. Nomor Laporan Polisi kasus mantan kadistrik ini, yaitu ; LP/79/VII/2017/SPKT-KEEROM-PAPUA tanggal 05 Juli 2017, tentang dugaan TPK pengelolaan raskin di wilayah distrik Arso Timur kab. Keerom tahun 2014 & 2015 an. Tsk HK ( mantan kepala distrik Arso Timur ). Inisial media yang menulis berita ini ialah HPP.

Di akhir konfirmasi yang diberikan Herman Kofit, bersama isteri dan anak-anaknya Herman dan keluarganya sangat mengharapkan agar proses hukum yang sedang berjalan bisa secepatnya sampai ke Pengadilan, agar ada kepastian hukum untuk kasus korupsi yang dialaminya. Herman juga mengungkapkan bahwa Pengacaranya akan menuntut balik jika kliennya menang nanti di Pengadilan, yaitu untuk rehabilitasi nama baik mantan kepala distrik Arso Timur itu.

” Saya bersama isteri dan keluarga hingga sekarang masih terus mengharapkan agar kasus saya ini jangan berlarut-larut prosesnya. Kalau bisa sampai di Pengadilan biar ada kepastian hukum nanti ( vonis putusan, red ) terhadap kasus saya. Tapi Pengacara saya sudah mempelajari seluruh kasus saya ini. Jika saya terbukti tak bersalah nanti di Pengadilan, saya dan Pengacara saya akan menuntut balik oknum-oknum atau para pihak yang telah melapor dan mengadukan saya ke jalur hukum. Tujuannya ya untuk merehabilitasi nama baik saya.

Kita selama memimpin sudah berbuat yang terbaik bagi rakyat dan mengabdi di distrik itu dengan sepenuh hati, justru kita balik disalahkan lagi. Coba lihat sendiri rumah dan kondisi saya ini, apakah orang korupsi modelnya begini?. Orang yang punya rumah sampai mewah dan punya fasilitas yang bisa kita duga sebagai hasil korupsi saja tak diperiksa, kok kita yang sudah kerja jujur dan banyak kontribusi nyata yang kita buat untuk rakyat di Arso Timur balik jadi korban.

Ini isi hati saya yang saya sampaikan supaya diketahui. Banyak kepala distrik yang kerjanya tidak becus, tidak jujur, jarang aktif berada di tempat tugas, urus raskin tak lancar, punya motivasi korupsi, tapi kenapa tak diperkarakan?. “ Tukas Herman merasa tak percaya dan yakin untuk kasus yang menimpanya itu. Herman dan keluarganya sampai berita ini dipublis pun masih sangat merasa serta menduga telah dikriminalisasi oknum-oknum tertentu yang sengaja mencari alibi untuk meng-kambinghitamkan-kan Herman Kofit sendiri. (  ☆ JRW / Nawar ☆ ).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *