Daniel Garden: “Sudah 30 Tahun Masak Kayu Masyarakat Adat Itu Ilegal Terus?”

Foto: DANIEL GARDEN.

Kota Jayapura, Papua, Kabar Daerah. Salah satu pengusaha kayu industri senior di Papua bernama Daniel Garden, kemarin (17/10) melalui chat What’sapp {WA}, kepada media ini menyampaikan unek-uneknya.

Menurutnya, sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor: 35/PUU-X/2012 tentang pengakuan dan perlindungan Negara atas Hak Konstitusional Warga Negara, khususnya Hak Masyarakat Hukum Adat itu sendiri terhadap Hutan Adatnya, sehingga harus ada izin buat masyarakat adat dalam rangka mengelola hasil hutan adatnya sendiri.

Tapi kenyataannya menurut Daniel, sampai sekarang izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Repoblik Indonesia (Kemen-LHK-RI), yang secara khusus diberikan kepada masyarakat adat pemilik hak ulayat atau kepada Ondoafi itu, belum juga ada.

Karenanya, sehingga status “Ilegal Loging” itu masih tetap saja ada hingga sekarang bagi para pengusaha kayu Industri lokal, Somel dan lain sebagainya.

Demikian penuturan Daniel:

“Keputusan MK nomor 35 tahun 2012 menyatakan bahwa tidak ada hutan negara, yang ada adalah Hutan Adat, tapi tidak diberikan izin juga oleh Kehutanan.

Jadi semua kayu pacakan dari masyarakat itu ilegal. Beli kayu dari industri lokal, haji-haji dan lain-lain itu ilegal. Mustinya harus diperjuangkan, harus ada izin bagi masyarakat pemilik hak ulayat.

Masak 30 tahun ilegal terus?, termasuk rumah kita juga kayu-kayu yang dipakai di rumah kita itu ilegal.  Wartawan harus tanya sama guru (Ahli, red).

Maaf, sepanjang regulasi perizinan kayu masyarakat lewat hutan adat tidak ada, semua kayu yang bersumber dari Ondoafi itu ilegal.

Termasuk semua rumah yang mengunakan kayu itu pasti ilegal. Yang salah pasti Gurunya {Ahlinya, red}. Kira-kira begitu”, bilang pria yang pernah menjabat Direktur pada perusahaannya PT. Mansinam Global Mandiri (PT. MGM) dulu ini.

Mantan ketua ISWA {Indonesia Sawmil and Wood Working Association atau / Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia} Papua ini menambahkan pernyataannya, bahwa masyarakat hukum adat juga termasuk yang sering menjual kayu sebagai bahan baku itu kepada pengusaha kayu industri primer, termasuk juga Somel/Sawmil.

“Intinya masyarakat jual kayu ke industri Sowmill lokal dan ke industri berkapasitas besar, termasuk PT. Sijas dan lain-lain, tapi juga beli Log dari HPH, cuma tidak banyak, sebagai syarat hampir semua industri.

Makanya masyarakat Adat pemilik Hutan Adat harus diberikan izin. Kalau bicara “kayu ilegal” yang terjadi begitu, makanya saya bilang tidak ada rumah atau bangunan kantor dan lain-lain yang bersumber dari kayu legal, semuanya itu ilegal, karena memang izin tidak diberikan oleh pusat.

Itulah perjuangan kita selama ini tapi pusat tidak pernah berikan izin, karena sudah diberikan ke HPH di Taja, Lereh, Bonggo, Sarmi, Kerom, ya habis, tapi di provinsi lain ada izin kepada masyarakat dalam bentuk Hutan Hak, Hutan Desa dan lain-lain.

Makanya kami pelaku industri di Papua di taruh abu-abu, padahal kalau ada izin bagi masyarakat adat pemilik Hutan, pasti mereka mau urus izin, sehingga ada pajak PSDH dan DR dibayar atau retribusi, untuk Pemda setempat.

AKHIRNYA YANG MENIKMATI DARI HASIL KAYU ILEGAL itu, ya silahkan saja tanya sama rumput yang bergoyang.

Sudah puluhan tahun pak wartawan, solusinya izin harus ada buat masyarakat adat untuk mengelola hutan adatnya sendiri”, ungkap Daniel dalam tulisannya kepada wartawan, merasa prihatin dengan kondisi yang terjadi sampai dengan hari ini.

Di bagian akhir unek-uneknya yang disampaikan, dirinya mengatakan dugaan ilegal loging bukan saja dilakukan PT. Gizand Putera Sejahtera di Nimbokrang, tapi juga patut ditujukan kepada perusahaan industri lainnya di Sarmi, kabupaten/kota Jayapura, Keerom dan secara umum di Papua, karena sering mengambil tambahan bahan baku kayu dari masyarakat adat/lokal.

“Tidak adil juga kalau hanya PT. Gizand Putera Sejahtera. Menurut saya, hampir semua industri terima kayu masyarakat”, tutupnya menerangkan. 📢: Jeffry/Jack~Pemred.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *