Christian: Akibat Tambang Ilegal, HAM Dilanggar, Diduga Kuat Ada Bekapan Oknum Elit TNI Dan POLRI Tertentu

Yan Christian Warinussy (foto kanan).

Manokwari Papua Barat, KD. Persoalan Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Tanah Papua, terlebih khusus di wilayah hukum Polda Papua Barat mesti diatur secara hukum.

Hal ini tidak bisa diperankan hanya lewat kemauan baik seorang Kapolda Papua Barat Irjen. Polisi Johnny Eddizon Isir, SIK, MTCP semata, tetapi mesti melibatkan semua pihak.

Yaitu terutama Pemerintah Provinsi Papua Barat dan juga Kementerian dan Lembaga Negara terkait, misalnya Kementerian Pertambangan dan Energi serta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) serta Kementerian Koordinator Bidang Investasi dan Maritim. Pihak lain yang harus turut serta ialah TNI dan Polri.

Hal ini disebabkan, karena fakta membuktikan bahwa kegiatan PETI di Tanah Papua secara umum, tapi khususnya di Papua Barat sama sekali tidak menghormati HUKUM dan HAK ASASI MANUSIA {HAM}.

Demikian pernyataan tegas yang disampaikan  ketua LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy kepada redaksi papua.kabardaerah.com, Minggu kemarin (21/01) melalui chat what’sapp.

Tulis pimpinan LP3BH yang juga juru bicara Jaringan Damai Papua (JDP) itu, disampaikannya bahwa secara hukum, kegiatan PETI di Papua Barat sama sekali tidak memiliki ijin resmi, baik izin dari tingkat pusat maupun daerah.

“Hal tersebut jelas melanggar amanat Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Juga melanggar amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 4 Tahun 2009, tentang “Pertambangan Mineral dan Batubara” (UU MINERBA).

Aspek perijinan usaha pertambangan sebagai syarat penting bagi berlangsungnya sebuah kegiatan usaha pertambangan di Indonesia dan khususnya di atas Tanah Papua, sama sekali tidak dimiliki para oknum mafioso tambang di Manokwari dan di beberapa daerah lainnya”, sebut Yan.

Christian pun merasa heran lantaran kendatipun para mafioso atau cukong pemburu emas itu tak mengantongi izin yang resmi, Pemerintah Daerah (PEMDA) bahkan institusi Aparat Penegak Hukum {APH} seperti berdiam diri saja tak selalu melakukan penindakan secara serius.

“Dan sangat mengherankan karena hal tersebut “seperti didiamkan saja”, oleh pihak pemerintah pusat dan daerah di Papua Barat, seperti halnya Dinas Pertambangan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Papua Barat.

Ya termasuk pula Unit Pelaksana Teknis Daerah {UPTD} dari Dinas Pertambangan dan Energi di tingkat Kabupaten Manokwari dan kabupaten lainnya di wilayah Provinsi Papua Barat, Papua Barat Daya, yang daerahnya ada aktivitas penambangan emas secara ilegal.

Ini menyebabkan kian merajalelanya kegiatan PETI di Papua Barat, khususnya di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Wariori, Distrik Masni dan Kali Kasih, Distrik Sidey, Kabupaten Manokwari hingga ke wilayah administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Arfak.

Herannya, walaupun kegiatan PETI tersebut jelas tidak memiliki selembar ijin apapun dari otoritas pemerintah sipil setempat, tapi berbagai kegiatan eksploitasi nyaris tidak pernah berhenti.

Berbagai jenis kendaraan alat berat seperti Exavator dan Traktor “bebas” masuk ke Wariori dan Wasirawi kabupaten Manokwari, tanpa mengantongi ijin operasional dari instansi teknis yang berkompeten”, tambah Yan merasa prihatin.

Ketua LP3BH bahkan mengungkapkan ada kuat dugaan keterlibatan (berafiliasi) oknum-oknum elit Aparat Militer TNI tertentu, bersama dengan oknum-oknum elit Aparat POLRI tertentu pula, baik di Pusat maupun Daerah, yang membekap kuat kegiatan ilegal itu sehingga prakteknya tetap saja berjalan.

“Diduga kuat pula kegiatan operasi dari puluhan kendaraan jenis alat berat dan peralatan moderen tersebut di sana (lokasi tambang, red), adalah karena “dibacking” atau “diamankan” oleh sejumlah oknum personil elit Militer TNI dan Polisi atau POLRI tertentu.

Belum jelas mereka ini mendapat “perintah” dari siapa?, apakah dari oknum pejabat pemegang otoritas militer di tingkat pusat kah?.

Atau apakah penambang yang punya alat berat ini dapat dukungan dan bekapan dari otoritas kepolisian tingkat lokal kah?. Aneh tapi nyata.

Oleh sebab itu, jika ada itikad baik Kapolda Papua Barat untuk menata ulang pola pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Bijih Emas di wilayah hukum Polda Papua Barat, maka koordinasi mesti melibatkan semua pihak tersebut.

Kenapa?, karena fakta membuktikan bahwa akibat kegiatan PETI tersebut, bukan saja hukum yang dilanggar oleh para investor penambang emas tersebut, tetapi pula terjadi pengabaian bahkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) itu sendiri.

HAM yang dilanggar itu sebagai bukti, salah satunya dimana ada sekitar 2 (dua) orang warga sipil asli Papua pemilik Hak Ulayat Lokasi Pertambangan Emas di distrik Sidey, kabupaten Manokwari yang telah menemui ajalnya, karena mempertahankan haknya menurut Hukum Adat.

Keduanya diduga kuat dibunuh oleh para penambang emas ilegal yang tidak berijin dan tidak memiliki status domisili tetap, di kabupaten Manokwari saat ini.

Meskipun saat ini perkara ini sedang ditangani secara hukum oleh Kapolres Manokwari dan jajarannya, akan tetapi perlindungan hak masyarakat adat itu saatnya harus lebih diperhatikan dan dilindungi saya tekankan.

Yaitu khususnya suku asli Papua “Meyah” di wilayah Masni dan Sidey kabupaten Manokwari, sebagaimana dijamin dalam pasal 43 Undang-undang Republik Indonesia Nomor : 21 Tahun 2001 tentang “Otonomi Khusus alias OTSUS” bagi Provinsi Papua.

Sangatlah jelas hal itu diabaikan bahkan dilanggar secara sadar oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta para investor serta penambang emas ilegal tersebut, karena sudah main hakim sendiri tanpa ada rasa malu dan tahu diri, menghilangkan nyawa pemilik hak ulayat”, ungkap Christian kepada kabar daerah. 📢: Redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *