Para Tokoh Adat Dan Masyarakat 7 Suku Pemilik Hak Ulayat Tambang, Bersama Kuasa Hukum Kembali Gelar Pertemuan

Foto: YAN CHRISTIAN WARINUSSY (tengah) berpose bersama ketua dewan adat, para kepala suku, sekretaris MRPB dan masyarakat dari 7 wilayah adat sub suku Meyak.

Manokwwari, Papua Barat, KD. Dengan bersandar pada amanat pasal 43 ayat (1) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, masyarakat Asli Papua dari 7 (tujuh) wilayah adat Sub Suku Meyakh yang hidup di dataran Prafi Masni (Pramasi) kembali melakukan pertemuan bersama Dewan Adat 7 (tujuh) wilayah adat Sub Suku Meyah di Kampung Sambab, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, Sabtu (16/3).

Pertemuan ini dihadiri Ketua Dewan Adat Sub Suku Meyakh Musa Mandacan, yang juga adalah Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Adat Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB).

Juga turut hadir Sekretaris MRPB serta Advokat dan Kuasa Hukum 7 (tujuh) Kepala Suku Meyakh Yan Christian Warinussy, yang sehari-harinya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari.

Pokok pembicaraan utama adalah mengenai keinginan luhur para pemilik ulayat tanah di dataran Wasirawi, Wariori dan Masni yang memiliki potensi kandungan mineral Emas.

Mereka berkeinginan untuk dapat mengelola mineral tambang tersebut dengan investor yang mereka pilih sendiri, sehingga hal ini dapat diatur sesuai dengan amanat pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Yaitu tentang sahnya suatu perjanjian. Yang mana harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

YAN CHRISTIAN WARINUSSY

Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut selanjutnya akan menyebabkan terpenuhinya kedudukan perjanjian sebagai hukum bagi mereka yang bersepakat, sebagaimana dimaksud dalam amanat pasal 1313 KUHP Perdata dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Sehingga dalam pertemuan tersebut para pemilik ulayat, kepala suku dan investor serta Pihak Dewan Adat berkeinginan untuk menjalankan usahanya dengan tidak melakukan pelanggaran, terhadap aturan hukum yang berlaku.

Di samping itu para Kepala Suku di dataran wilayah 7 (tujuh) sub suku Meyakh juga dengan dibantu oleh Dewan Adat dan LP3BH Manokwari dan MRPB, akan mendorong lahirnya draft regulasi berbentuk Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manokwari, yang mengatur mengenai pengelolaan Pertambangan Rakyat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sehingga ke depan hanya terjadi hubungan hukum di antara pemilik hak Ulayat dengan para investor saja, sekaligus dicegah untuk terjadi tindakan pungutan liar dari oknum-oknum aparat keamanan yang seringkali diduga meminta “setoran” tanpa dasar hukum, dan menimbulkan keresahan di kalangan pemilik modal dan atau pekerja lapangan serta operator alat berat.

Karena mendapat respon positif dari Bupati Manokwari Hermus Indouw, maka Dewan Adat 7 (tujuh) sub Suku Meyakh dan LP3BH Manokwari segera mendorong draft Perda usaha pertambangan rakyat, kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manokwari, untuk dibahas hingga disahkan dalam waktu dekat ini.

Sehingga diharapkan masyarakat adat dapat mengelola sumber daya alam sendiri dengan bekerjasama dengan investor, yang dilakukannnya dengan memenuhi asas hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Indonesia. Demikian tulis Yan dalam rillisnya kepada kabar daerah.

Edit & Posting ✍️📢: TimRedKDPapua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *