Berpendidikan Menjadi Anggota Legislatif, Benar kah?

Oleh: Emanuel Goo

PAPUA.KABARDAERAH.COM – Sebuah pandangan yang tidak seharusnya dibagun terhadap pendidikan dan pokitik. Sebab itu dua bagian bagian yang berbeda.

Kini banyak orang beranggapan bahwa saya sekolah supaya selesai dari pendidikan itu bisa mencalonkan diri sebagai anggota dewan. Titel yang mereka dapat itu dijadikan sebagai batu loncatan. Mereka merasa bahwa titel yang melekat menjadi jaminan menjadi anggota dewan. Sementara mereka tidak memertimbangkan kemampuan yang ada pada mereka itu sejauhmana?.
Banyak orang memikirkan bahwa menjadi anggota DPR itu punya uang banyak. Dengan uang itu mereka bisa melakukan apa saja. Ya bolehlah dan memang faktanya demikian.

Kalau menjadi anggota DPR hanya memikirkan uang tanpa memikirkan tugas mereka itu seperti apa juga menjadi masalah yang bahaya. Bahayanya masalah adalah mengejar uang hingga melupakan apa tugas mereka sebagai wakil rakyatnya.

Wakil rakyat menjadi tugas utama yang harus ditindaklanjuti. Maksudnya bahwa mereka yang menjadi anggota dewan itu adalah wakil rakat, maka apa yang menjadi harapan masyarakat itu harus mengutamakan dan memerjuangkan itu.

Wakil rakyat berarti mewakili rakyat yang duduk menjadi anggota dewan. Karena dia adalah wakil rakayat, ia harus bicarakan apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Apapun alasan, ia harus menyuarahkan. Bagaimanapun caranya, ia harus berusaha mewujudkan itu.

Membicarakan apa yang seharusnya bagi masyarakat, tidak memikirkan kepentingan apa dan bagaimana. Ia dengan tegas menyampaikan. Ia baru orang yang merakyat. Ia baru orang yang layak menjadi anggota dewan.

Mengapa orang menganggap bahwa usai pendidikan harus menjadi anggota dewan? Alasanya mau menjadi anggota dewan sangat banyak?. Diantaranya;

1. Gengsi dan Emosi.

Banyak orang juga mencalonkan diri karena emosi dan gengsi sama anggota dewan yang lama. Mereka berjuang menjadi anggota dewan karena mereka merasa tidak diperhatikan oleh DPR yang lama. Mereka berjuang supaya mereka yang mengantikan kedudukan sebagai anggota dewan. Ketika mereka menjadi anggota dewan baik kalau berbuat apa yang mestinya ia buat. Kalau ia tidak berbuat demikian maka akan ada orang lain pula yang datang dengan gengsi dan emosi untuk merebut kedudukan itu.
Ya siapa mau menjadi anggota dewan itu punya hak setiap insan. Tak terbatas enta mau menjadi anggota dewan ditingkat mana saja. Boleh menjadi anggota dewan. Yang penting harus mengerti dan menyadari apa tugas dan tanggungjawabnya ketika menjadi anggota dewan.

2. Ingin punya kekayaan dan kekuasaan.
Ada orang pula mau mencalonkan diri supaya ia bisa memiliki mobil, ia akan memiliki rumah mewa. Ia bisa memiliki uang banyak selama lima tahun. Ia bisa berpiligami karena punya kekayaan itu.
Kini menjadi anggota dewan kerap tidak di sadari bahwa menjadi anggota dewan itu masa jabatannya terbatas. Setelah lima tahun akan mereka menjadi apa menjadi bahan pergumulan hidupnya.
Orang yang akan naik dengan keinginan punya kekayaan itu, mereka akan terus berpikir bagaimana mengumpulkan begitu banyak kekayaan dan apa yang menjadi hak kaum minotitas (rakyat) mereka tidak akan memerjuangkannya. Apapun kebutuhan mereka lalaikan demi kepentingan kekayaan itu. Jika demikian apa nasibnya rakyat menjadi sesuatu yang patut kita tanyakan. Akhirnya apa yang harus dinikmati oleh yang punya hak suara tetap saja diabaikan.

3. Peluang kerja yang terbatas.
Di papua pada umumnya, ada banyak proyek, PT, dan CV yang kini beroperasi namun peluang kerja di tempat itu masih saja minim bahkan sama sekali tidak ada.

Misalnya PT FI Timika yang membutuhka ribuan tenaga kerja, namun yang pekerja bagi OAP masih saja sangat kurang. Sementara di papua penggangurannya sudah sangat banyak. Mereka berjuang untuk mendapatkan pekerjaan terus saja sangat terbatas. Akan diterima sebagai karyawan pun mungkin bagi mereka yang sudah dikenal atau orang dalam. Kalau tidak dikenal dan bukan orang dalam pasti ia tidak digunakan selain itu, mereka yang mau menjadi pegawai negeri (PNS) pun terus saja terbatas dan dibatasi sesuai dengan tenaga kebutuhan pemerintahan negara. Akhirnya kebanyakan orang memilih untuk menganggur sambil menunggu formasi PEMILU. Kalau sudah masuk pesta demokrasi berupa pemilu, sangat banyak orang akan berjuang sebagai calon legislatif di setiap tingkatan. Dari pusat hingga di daerah.

Hal demikian tentunya terjadi sebagai bagian pelampisan emosi mereka. Bahwa karena tidak ada peluang menjadi karyawan di tingkat swasta atau PNS akhirnya terpaksa harus dipaksakan supaya ada kerjaan.

4. Belum bisa menciptakan lapangan kerja Oleh Pemerintah dan Sendiri.

Banyak orang kini telah selesai pendidikan disejumlah jenjang namun setiap orang itu belum bisa menciptakan lapangan kerja sendiri maupun oleh pemerintah. Mereka lebih memilih bersantai sambil tunggu peluang ketimbang berpikir sesuatu yang bisa menyibukkan diri untuk melengkapi semua kebutuhan dengan hasil jeri payanya.

Kalau terjadi demikian, mulai muncul banyak pertayaan bahwa apaka mereka benar sekolah? Atau selama sekolah berprinsip asal sekolah yang penting ada ijazah?. Atau salahnya sistem pendidikan. Hal itu patut kita tanyakan karena semua perguruan tinggi itu menciptakan banyak penganguran.
Dari waktu ke waktu, sekian orang menyelesaikan pendidikan, namun orang yang selesai itu kembali dari pendidikannya menjadi orang nangguran. Mereka pulang studi langsung balik berlindung dan mengharapkan orang tua. Apa-apa orang tua. Sementara mengharapkan sesuatu karena mendadak dan itu hanya satu atau dua kali tidak menjadi masalah.
Pendidikan kini membuat orang menjadi malas dan malas tau dengan kerja. Pendidikan menciptakan orang pandai menjatuhkan orang dan tidak pandai mencarikan solusi, dan seterusnya.

Mengigat sejumlah hal diatas, banyak orang berpikir bagaimana bisa mencalonkan diri sebagai anggota DPR ketika selesai studinya akhirnya banyak orang terus membentuk dirinya bergabung dalam dunia politik walaupun bukan jurusanya. Saling memengaruhi sesama yang lain pun terus saja terjadi. Dengan maksud bagaimana saya libatkan mereka yang lain dalam dunia politik praktis. Ketika mereka terlibat, jika tidak terpilih sebagai anggota legislatif, maka nama baik pribadinya hancur karena kepentingan. Nama baik hancur maka kepercayaan masyarakatnya pun hilang dengan sendirinya. Kepercayaan masyarakat itu hilang, maka seluruh kebaikan yang kita buat kepada mereka hanyalah seremoni belaka. Karena sekali mereka tidak percaya maka mereka tidak percaya seumur hidupnya.
Setiap orang yang baru selesai sekolah boleh calon. Pertanyaannya apaka itu tidak kekinian?. Entalah tapi ingalah bahwa kepercayaan itu datang sekali. Sekali gagal maka tidak tentu selanjutnya itu akan berhasil.Usia masih mudah sama halnya dengan jual diri kepada penguasa suara. Jagalah kemurnian nama baik adalah sesuatu yang sepatutnya di buat. Namun harus memersiapkan diri lebih matang hingga mencoba dipertengahan menujuh masa tua.

Sesuatu yang amat sangat penting adalah, bagaimana kita mau mendalami ilmu yang kita emban dan terus berjuang nyatakan itu hingga mampu kita aplikasihkan ketika kita di tunjuk dan masuk dalam dunia nyata sebagai sang dalam kehidupan. Salam berpolitik.

 

Penulis merupakan Guru SMA YPPK ADHI LUHUR NABIRE.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *