Asal Tunjuk, Herman Yoku Menilai Kinerja Pansel dan Kesbangpol Papua Buruk

Foto: Herman Yoku

 

Kota Jayapura (KD) – Kesalahan demi kesalahan terus dilakukan pihak Pansel dan Kesbangpol dalam merekrut Calon-calon legislatif yang dipilih tidak berdasarkan keinginan MRP.

MRP sebagai lembaga representasi kultural Orang Asli Papua {OAP}, yaitu sebagai lembaga yang mempertahankan dan memperjuangkan Nilai-nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Papua, seakan sudah tak dianggap penting lagi.

Kekesalan dan kekecewaan terhadap pansel seakan berlarut terbawa dan terus mengusik konsentrasi pihak MRP, lebih khusus bidang Pokja Adat.

Herman Yoku, anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua (MRP), saat jumpa pers menyampaikan kekesalannya terhadap kinerja “PANSEL” dan “KESBANGPOL” yang dinilainya tidak bekerja sesuai Undang-Undang 21 Tahun 2021, tentang “Otonomi Khusus.”

Ujarnya, meskipun gelombang protes dari berbagai kalangan yang menilai kinerja pansel dan kesbangpol hanya “asal kerja” terus dilayangkan kepada lembaga yang satu ini, namun tidak pernah ada niat baik untuk mengevaluasi perilaku menyimpang yang semakin kental terpelihara.

Kesbangpol sendiri yang memiliki tugas dan fungsi membina ideologi bangsa, membangun wawasan kebangsaan, membina kharakter bangsa tentang pentingnya sosial budaya, kini semuanya terlihat tidak bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana yang diamanatkan negara.

Realita inilah yang terjadi di antara pansel dan kesbangpol provinsi Papua, dalam merekrut 14 kursi calon DPRP Provinsi Papua dan juga ke-42 orang calon anggota MRP.

Terlihat jelas perannya sebagai pembina tidak dapat dihandalkan, karena segala keputusan dan kebijakan-kebijakannya terkait dengan rekruitmen calon, baik anggota DPRP maupun MRP tidak berdasar, serta yang dijumpai hanyalah perilaku menyimpang dari aturan Undang-Undang yang ada. Bilang Herman.

Herman Yoku selaku anggota Pokja Adat yang sangat vocal dalam memperjuangkan Hak-hak adat orang Papua, sangat menyoroti kinerja pansel dalam hal perekrutan calon anggota. Sebab dinilainya, pansel sudah tidak lagi bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat.

“Saya sangat tidak setuju sekali dengan rekrutmen pengangkatan calon anggota DPRP, karena eksekutif dalam hal ini kesbangpol dan pansel yang dibentuk oleh eksekutif provinsi Papua, sama sekali tidak pernah berkoordinasi dengan MRP, sebagai lembaga representasi kultural Orang Asli Papua {OAP}.

Kemudian untuk rekrutmen pengangkatan 14 kursi calon DPRP, ini harus orang-orang yang mendapat persetujuan serta legitimasi dari masyarakat adat, melalui lembaga-lembaga adat.

Tetapi kenyataan yang dilakukan ini tidak sesuai Perdasus. Perdasuskan telah menggaris bawahi bahwa yang mendaftar sebagai calon anggota DPRP melalu jalur pengangkatan, harus benar-benar adalah orang adat.

Entah Kepala Suku kah, Ondoafi kah, Tokoh Adat kah, Ketua LMA kah, Perempuan yang direstui oleh adat kah, inilah yang mesti diperhatikan secara serius.

Tapi kenyataannya pansel begitu dibentuk, dia lakukan kesewenang-wenangannya, dan tidak melihat rambu-rambu di Perdasus No 6. Wah, ini cara kerja yang bagaimana kalau sudah seperti ini?.

Di Perdasus kan sangat jelas. Kalau mau mengikuti rambu-rambu itu, harus benar orang asli Papua, punya luas tanah yang jelas, punya dusun dan garis keturunan yang jelas, yang berasal dari daerah itu.

Nah kenapa hari ini calon politikus pun direkrut masuk?. Ada apa?. Jangan sampai pansel bekerja dan hitung-hitungan tidak dengan hati, tetapi bermain mata dengan para calon yang akhirnya bisa diloloskan kaya begini?!.

Kenapa?. Ya karena mereka ini rata-rata pejabat semua, pengurus partai semua dan calon anggota DPR yang tidak lolos. Kok bisa ya..?. Aneh memang. Ini sudah tidak benar!.

Ketika sudah jadi berkasnya, baru administrasinya diserahkan ke MRP untuk MRP memberikan persetujuan. Ini aneh, bahkan Plenopun sudah dilakukan oleh pansel dan disaring hingga tinggal 42 orang,” kesal Herman.

Ketika ditanyai soal kordinasi antara pihak pansel dan MRP, Herman dengan spontan menjawab;  “tidak ada kordinasi dari mereka. Kita di MRP juga tidak gila hormat.

Tetapi pansel juga harus mengerti, seharusnya pansel bertanya ke MRP soal keaslian suku dan apakah dia punya dusun, apakah garis keturunannya jelas, apakah leluhurnya di kuburkan disitu?!.

Inilah yang mesti diperhatikan oleh pansel dan kesbangpol dalam merekrut seseorang. Jangan asal-asalan seperti orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, sampai tidak mengerti dan tidak bisa membaca alias buta huruf,” ujarnya kecewa.

Herman juga mempertanyakan dua figur pejabat yang sementara masih berkuasa di Keerom, yang juga merupakan calon kuat dalam pilkada mendatang.

Dirinya sangat menyesali dan juga sangat kecewa, jika yang memimpin kabupaten Keerom bukan anak asli Keerom, yang lahir dan dibesarkan di Keerom.

Apalagi jika tidak memiliki latar belakang sejarah dan keturunan suku perang yang jelas, serta tidak mempunyai tanah atau dusun peninggalan leluhur.

Untuk itu Herman, kepada awak media ini sangat mengharapkan peran serta insan pers, guna menyajikan pemberitaan yang dapat membuka wawasan pansel dan kesbangpol itu sendiri.

Harapnya, agar kedua komponen itu lebih memahami dan bijaksana dalam merekrut dan menempatkan orang yang benar-benar memahami budaya, juga adat istiadat setempat.

Ditegaskannya, yang bersangkutan harus memiliki status budaya yang jelas, lahir dan dibesarkan sebagai anak adat, memiliki pengaruh dalam masyarakat adat, dan paham benar akan sejarah lahirnya suku-suku di Keerom.

“Saya harus bicara apa adanya, inilah bentuk kekecewaan saya terhadap para penumpang di bahtera Keerom ini yang hanya datang sekedar menumpang tinggal, tetapi mau merampas hak-hak kita sebagai orang asli Keerom.

Tidak bisa begitu dong, cobalah untuk sadar diri. Hei kalian yang tidak memiliki status adat yang jelas, jangan lagi mengaku-ngaku diri sebagai anak adat!!, sebagai orang asli Keerom.

Sebab apa saya ngomong begini, tanpa disadari kalian sudah sangat mempermalukan diri sendiri. Kenapa?, ya karena tempat asalmu bukanlah di Keerom.

Jadi tolonglah tahu diri sedikit kalau sudah ditegur, jangan memaksakan diri ditempat yang bukan tanah kelahiranmu, bukan di tempat yang moyang dan leluhurmu mati dan dikuburkan disini.” Tegas Herman kesal.

Lanjut Herman, dirinya terus mempertanyakan status calon yang diloloskan oleh pihak pansel untuk menduduki kursi, baik DPRP maupun kursi MRP, karena jika melihat secara administrasi kelembagaan adat, tentu banyak di antara mereka yang tidak akan lolos.

Kenapa demikian?, terang Herman, karena dari mereka sendiri banyak yang tidak memiliki pengetahuan tentang adat. Kasarnya mereka bukan utusan atau perwakilan adat sama sekali.

Sebagian besar di antara mereka berasal dari partai politik, bukan dari utusan adat. Inilah kesalahan-kesalahan pansel yang terus dilakukan untuk mengotori lembaga kultur orang asli Papua. Sebut tokoh Adat Keerom ini.

Lagi menurut Herman, jangan ada tendensi kepentingan politik di dalamnya, sebab jika hal itu terjadi, maka keberadaan MRP sebagai lembaga representasi kultural orang asli Papua yang identik dengan budaya dan adat istiadat, akan dicabik-cabik dan dinodai.

“Jelasnya eksistensi kita sebagai masyarakat adat perlahan mulai pupus dan keasliannya akan dipertanyakan kelak. Juga celaka menghampiri jika sampai nilai-nilai adat kita perlahan mulai luntur.

Otomatis hal ini akan berdampak pada perkembangan dan pertumbuhan generasi, baik yang sekarang maupun yang akan datang nantinya. Percaya apa yang saya tegaskan ini. Kekhawatiran saya ini ke depan pasti akan terbuktikan.

Herman Yoku yang juga adalah kepala suku besar Keerom, lahir dan dibesarkan di tengah masyarakat adat, termasuk orang yang sangat berpengaruh dan berjasa untuk kabupaten Keerom.

Juga sebagai anggota Pokja Adat MRP, dia tidak putus-putusnya berjuang, dan terus berkeinginan kuat untuk menyelamatkan nilai-nilai budaya dan adat istiadat, dari kepunahan.

Kekhawatiran Herman, apa yang dilihatnya terkait eksistensi ADAT dan BUDAYA PAPUA sendiri, fenomena yang ada di zaman moderen ini semakin hari perlahan mulai terkikis oleh perkembangan jaman.

Salah satu pengaruhnya lagi kata Herman, ialah karena pengaruh budaya luar yang telah banyak mempengaruhi budaya dan adat istiadat di Papua, yang nampak kian hari semakin berubah. ((•Nando•)).

 

Posted by: Jeffry, R.W~Admin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *