Masyarakat Boven Digoel Tolak Rencana Pembangunan Bendungan PLTA Di Sungai Kao

Papua, Kabardaerah.com – Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan PT Aditya telah merencanakan Pembangunan Bendungan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Kao, Distrik Waropko dan Distrik Ambatkwi.

Proyek direncanakan berskala nasional ini bukan merupakan program Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, karena berdasarkan data yang kami peroleh dari Ditjen SDA Kementerian PUPR, Pembangunan Bendungan berskala nasional tahun 2014-2019 hanya berjumlah 65 Bendungan.

Untuk Tahun Anggaran (TA) 2018, Ditjen SDA merencanakan pembangunan 11 Bendungan baru yaitu Bendungan Telagawaja, Mbay, Manikin, Randugunting, Sadawarna, Tiro, Bulango Hulu, Meninting, Bagong, Rukoh dan Baliem.

Sedangkan untuk TA 2019 Ditjen Sumber Daya Alam, merencanakan pembangunan 8 Bendungan baru yaitu Bendungan Jragung, Matenggeng, Lambakan, Rokan Kiri, Pelosika, Jenelata, Kolhua dan Riam Kiwa. Ini artinya, Bendungan Sungai Kao tidak masuk dalam daftar Bendungan skala nasional yang akan dibangun pada Tagun Anggaran 2018 maupun 2019.

Dengan demikian, Perencanaan Pembangunan Bendungan untuk PLTA Sungai Kao dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan Balai Wilayah Sungai Provinsi Papua yang bekerjasama dengan PT Aditya, perencanaannya akan diusulkan ke Ditjen SDA Kementerian PUPR, untuk dibangun menggunakan sumber dana dari APBN.

Rencana ini diumumkan pada akhir tahun 2017 lalu oleh Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Merauke, Nimbrot Rumaropen. PLTA yang direncanakan berkapasitas 65,13 Megawatt ini dikampanyekan akan memasok listrik dan air bersih untuk Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi dan Kabupaten Asmat.

Tetapi perencanaan tanpa sosialisasi dan terkesan dipaksakan ini telah mendapat penolakan dari Masyarakat Adat Kati-Wambon, di Distrik Waropko dan Distrik Ambatkwi. Alasan yang mendasari penolakan mereka terhadap Rencana Pembangunan PLTA, adalah karena wilayah yang telah di-survey oleh PT Aditya adalah tempat-tempat Keramat yang memiliki nilai historis dan spiritual yang dilindungi dan dihormati oleh Masyarakat Adat Kati-Wambon, secara turun temurun. Tempat-tempat Keramat ini merupakan Zona Larangan Investasi.

Setelah mendapat penolakan dari Masyarakat Adat Kati-Wambon, Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan PT Aditya baru akan melakukan sosialisasi pada tanggal 13 Februari 2018  di Tanah Merah dan tanggal 14 Februari 2018, di Distrik Waropko.

Kami menilai, apa pun bentuk sosialisasi setelah dilakukan survey dan mendapat penolakan dari pemilik tanah sejatinya adalah pemaksaan atau bujukan dan tidak dapat disebut sebagai sosialisasi. Langkah ini sangat tidak bermartabat, berpotensi memecah-belah sesama Masyarakat Adat Kati-Wambon dan menciptakan konflik internal yang menguras energi.

Kami menilai, rencana pembangunan PLTA Sungai Kao diatas tempat-tempat Keramat secara nyata menggambarkan : Pertama, sikap Pemerintah Kabupaten Boven Digoel (dan PT Aditya) yang tidak mengakui keberadaan Masyarakat Adat Kati-Wambon dan hak-hak tradisional mereka.

Hal ini bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang,”

Kedua, sikap Pemerintah Kabupaten Boven Digoel (dan PT Aditya) memberangus hak Masyarakat Adat Kati-Wambon untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”

Ketiga, sikap Pemerintah Kabupaten Boven Digoel (dan PT Aditya) yang tidak menghormati identitas budaya dan hak masyarakat Kati-Wambon. Hal ini  bertentangan dengan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : “Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.”

Keempat, rencana Pemerintah Kabupaten Boven Digoel (dan PT Aditya) untuk memutus hubungan spiritual antara Masyarakat Adat Kati-Wambon dengan tanah mereka. Hal ini bertentangan dengan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat Pasal 25 yang berbunyi : “Masyarakat adat memiliki hak untuk memelihara dan memperkuat hubungan spiritual yang khas dengan tanah, wilayah, air dan pesisir pantai dan sumber daya yang lainnya, yang digunakan atau dikuasai secara  tradisional,  dan  untuk  menjunjung  tinggi tanggung jawab mereka terhadap generasi-generasi mendatang.”

Berdasarkan data yang kami himpun, setidaknya terdapat 24 tempat Keramat di areal yang saat ini sedang diincar oleh Pemerintah Kabupaten Boven Digoel dan PT Aditya untuk Pembangunan PLTA.

Ke-24 tempat Keramat dimaksud adalah : Maadigbon/Motkom, Yinimudu, Niin Angganon, Anonggan, Onongndum, Ayam, Sambetmbon, Tembut Bilipko, Kamnigbun, Wanik Mogot, Upbidipkibi, Kolomkaba, Dom Kaba, Kundimkaba, Menggek Kaba, Umukit, Mulunggo, Wunon, Welam, Niindem, Koreom, Takperep, Niin Otpon.

Berbeda dengan kampanye Pemerintah Kabupaten Boven Digoel (dan PT Aditya) bahwa PLTA Sungai Kao akan menjawab kebutuhan listrik dan irigasi untuk seluruh wilayah Selatan tanah Papua.

Kami berpendapat bahwa kampanye ini tidak berdasar karena dua hal : Pertama, Pemerintah saat ini secara bertahap telah memenuhi pasokan listrik untuk masyarakat Kabupaten Boven Digoel, Papua, melalui PLN sehingga kampanye saat ini bahwa kehadiran PLTA adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan penerangan sangat tidak berdasar dan gugur dengan sendirinya.

Kedua, Pembangunan PLTA merupakan akal bulus Pemerintah Kabupaten Boven Digoel, untuk memasok Listrik dan Irigasi bagi puluhan Perusahaan Kelapa Sawit, Tebu, Padi, Kedelai, Jagung, Hutan Tanaman Industri dan Industri turunannya yang saat ini telah menguasai jutaan hektar tanah adat milik Masyarakat Adat di Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi dan Kabupaten Asmat.

Sebagai catatan, berikut ini kami sebutkan daftar puluhan Perusahaan Kelapa Sawit, Tebu, Padi, Kedelai, Jagung, Hutan Tanaman Industri dan Industri turunannya yang telah mengantongi izin dari Pemerintah dan sudah beroperasi atau akan beroperasi di Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi dan Kabupaten Asmat.

PT Korindo, PT Tunas Sawaerma, PT Dongin Prabhawa, PT Berkat Cipta Abadi, PT Bio Inti Agrindo, PT Papua Agro Lestari, PT Agro Mandiri Semesta Plantations, PT Agriprima Cipta Persada, PT Aboge Maju Perdana, PT Agats Sawit Lestari, PT Asmat Sawit Lestari, PT Atsy Sawit Makmur, PT Sinar Mas, PT Bangun Mappi Mandiri, PT Mappi Sejahtera Bersama, PT Himagro Sukses Selalu, PT Putera Palma Cemerlang, PT Agrinusa Persada Mulia, PT Cahaya Bone Lestasi, PT Berca Group, PT Hardaya Inti Plantations, PT Central Cipta Murdaya, PT Internusa Jaya Sejahtera, PT Wahana Agri Karya, PT Duta Visi Global, PT Visi Hijau Nusantara, PT Menara Group, PT Usaha Nabati Terpadu, PT Buana Prima Sakti, PT Pelita Mega Kencana, PT Agro Tanita Sejati, PT Irian Agro Lestari, PT Nusa Palma Sentosa, PT Mitra Usaha Sawitindo, PT Hardaya Sawit Papua Plantation, PT Bhakti Agro Lestari, PT Dharma Agro Lestari, PT Rizki Kemilau Berjaya, PT Anugerah Rezeki Nusantara, PT Swarna Hijau Indah, PT Kurnia Alam Nusantara, PT Randu Kuning Utama, PT Mega Surya Agung, PT Wahana Samudera Sentosa, PT Lestari Subur Indonesia, PT Karya Bumi Papua, PT Internusa Jaya Sejahtera, PT Purna Karsa Wibawa, PT Indonesia Jaya Makmur Investasi.

Melihat luasnya lahan perkebunan Kelapa Sawit di Selatan Papua yang mencapai jutaan hektar, pada pertengahan tahun 2017 lalu muncul rencana Pembangunan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Terpadu di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel.

Rencana ini digagas oleh Bupati Merauke Frederikus Gebze dan Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop. Gagasan ini diumumkan beberapa hari setelah Bupati Merauke Frederikus Gebze melarang pihak LSM Indonesia maupun Luar Negeri melakukan kritik terhadap Investasi Kelapa Sawit di Kabupaten Merauke yang telah menghancurkan hutan alam, merusak banyak tempat keramat dan merampas jutaan hektar tanah milik Masyarakat Adat Malind.

Kami berpendapat, puluhan perusahaan dan industri turunan yang bercokol di wilayah Selatan Papua, jelas memerlukan pasokan listrik dengan kapasitas besar, berbiaya murah dan sistem irigasi yang baik untuk menjalankan operasinya, sehingga Pembangunan PLTA Sungai Kao merupakan jawaban Pemerintah Kabupaten Boven Digoel atas kebutuhan mereka. Kebutuhan akan pasokan listrik murah yang bersumber dari PLTA adalah cara pemodal meninggalkan BBM atau energi listrik berbasis bahan bakar fosil yang mahal demi menekan biaya produksi di satu sisi dan menaikkan profit di sisi lainnya.

Hal ini diperkuat dengan fakta, bahwa total Kapasitas Listrik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, instansi pemerintah, sektor swasta, industri rumah tangga dan fasilitas publik di wilayah Selatan Papua tidak lebih dari 20 Megawatt, sehingga sebagian besar kapasitas listrik berjumlah lebih dari 40  Megawatt dari total 65,13 Megawatt yang direncanakan akan dihasilkan oleh PLTA Sungai Kao, jelas akan dipasok ke puluhan Perusahaan Kelapa Sawit, Tebu, Padi, Kedelai, Jagung, Hutan Tanaman Industri dan Industri turunannya.

Fakta lainnya, debit air sungai Kao, sangat besar karena terhubung langsung dengan pusat-pusat mata air di kawasan Pegunungan Bintang, sehingga tidak menutup kemungkinan, kapasitas PLTA Sungai Kao akan ditingkatkan demi melayani kepentingan kaum pemodal di wilayah Selatan Papua.

Berdasarkan fakta-fakta yang disebutkan diatas, Forum Rakyat Papua Boven Digoel (FORPA-BD) menyatakan sikap yang sejalan dengan Masyarakat Adat Kati-Wambon dengan tegas :

Menolak Rencana Pembangunan Bendungan PLTA Sungai Kao di Distrik Waropko dan Distrik Ambatkwi.

(Admin/FORPA-BD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *